Tokoh pers dan masyarakat pers mari menenun sejarah panjang, perjalanan wartawan dengan kekuasaan di tanah air, di Republik Indonesia tercinta, dimana hampir semua Presiden pasang-surut bersama media pers dan wartawan, sejak Presiden Soekarno bersama para pendiri bangsa memberikan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat hingga masuk UUD 1945, setelah “bulan madu” dirasakan cukup maka dunia pers kembali menjadi target pengkerdilan bahkan pembredelan. Demikian pula jaman Presiden Soeharto di era Orde Baru, dan kini di era Reformasi bau anyir meninabobokan media pers dan wartawan, masih terus menggelinding bak bola salju.
Ketika media pers dan wartawan sebagai garda terdepan menyajikan berbagai Informasi dalam karya jurnalistik, mendahulukan keimanan (keyakinan) atas semua rencana berita dari jutaan peristiwa, kemudian menjaga jati diri juga integritas secara totalitas dengan berbuat baik dalam semua aktifitas, menguasai semua persoalan terkait dengan sebuah karya jurnalistik tentang kebenaran, kebobrokan, kebohongan, kebatilan, sekaligus mempunnyai kemampuan memilih dan memilah untuk konsumsi masyarakat. Bahkan punya kemauan dan kemampuan memberikan jalan terbaik sebagai upaya menebarkan pendidikan dan kritik konstruktif. Itulah tafsir Surat Al-Asr dalam profesi wartawan.
Sudah banyak catatan tentang kasus wartawan dalam ancaman pembunuhan, bahkan sudah terbunuh, dalam tekanan karena pemberitaan sampai tekanan terhadap kehidupan pribadi keluarga dan pengrusakan harta benda, hanya satu-dua kasus berhasil mendapat putusan berkeadilan. Tetapi sebagian besar berhenti di meja perundingan, bahkan dibiarkan tanpa penyelesaian, walaupun tokoh-tokoh pers sudah berteriak lantang menyampaikan gugatan. Juga mengancam dengan nada lumayan menakutkan.
Belajar dari banyak peristiwa dan kejadian, maka ke depan setiap menangani persoalan seperti sekarang ini, jauh lebih baik dan hebat bermatabat, jika dengan profesional membentuk “Tim Investigasi” langsung maupun tidak langsung , sampai minimal dapat menyampaikan hasil investigasi itu kepada khalayak ramai bahwa kasus hasil investigasi seperti tafsir Surat Ars, meyakini kejadian atau peristiwa itu terjadi dengan benar atau akan terjadi dengan benar dengan narasumber yang kompeten, semua dilakukan dengan niat kebaikan untuk kemanfaatan, juga sudah menguasai berbagai informasi tentang kebenaran, kemungkinan kesalahan atau sengaja disalahkan. Mampu mengungkap kebenaran di antara kebenaran dan kebohongan atau jebakan. Dan menjaga martabat dengan tetap memberikan kehormatan kepada siapa saja seraya sabar menunggu dengan percaya bahwa jalan yang ditempuh akan melahirkan putusan atau hasil berkeadilan.
Kasus wartawan detikcom sudah telanjur mencuat ke permukaan, ibarat kapal berlabuh di pelabuhan, “timah panas” dilawan “pena panas”, maka semakin memanas. Barangkali perlu kontemplasi sejenak saja bahwa “pena sejuk”, “pena dingin”, “pena profesional”, dan “pena penuh kearifan”, mungkin lebih tajam dan bermakna dengan melemahkan “timah panas” menjadi “titah tuan Presiden tentang kebenaran yang berkeadilan”. Dan memimpin jaman memang memerlukan pemikiran dan pena lebih tajam, daripada sekedar berpendapat lantang. Apalagi melawan karena tertantang. Ingat! “Manusia (wartawan) yang baik (profesional), yang bermanfaat bagi manusia lainnya”.
“Pena wartawan”, “pena organisasi wartawan”, “pena pimpinan wartawan”, insyaAllah sangat tajam. Namun “silaturrahmi wartawan” (konfirmasi, investigasi, dan memberi cover both said) jauh lebih dahsyat, tajam mendalam, meluluhlantakkan keangkuhan juga kesombongan. InsyaAllah.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Siapa yang ingin diluaskan rejekinya atau meninggalkan nama sebagai orang baik setelah kematiannya hendaklah dia menyambung silaturrahim.” (HR. Al-Bukhari)
Nabi SAW juga menganjurkan umatnya untuk meminta maaf atau minta dihalalkan jika melakukan kesalahan kepada orang lain. Sebagaimana beliau bersabda,
“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia).” (HR. Al-Bukhari).
Dalam berbagai kasus berkaitan dengan wartawan, supaya tidak masuk golongan merugi, melakukan “silaturrahmi wartawan” (konfirmasi, investigasi, dan memberi cover both said), dengan rendah hati, tetapi menjunjung tinggi profesi, insyaAllah akan menempatkan “wartawan profesional sejati”, mendapat kebaikan di dunia dan akhirat. Karena bekerja dengan hebat dan bermartabat dalam membela umat. (jt)