Memang jaman sudah berubah, ketika peringatan 80 tahun Hari Jadi Privinsi Jawa Timur, pidato panjang Gubernur Khofifah Indar Parawansa, hanya sekali menyebut insan pers. Bahkan ketika mengajak warga seluruh Jawa Timur “Jer basuki mawa beya” juga tidak mengajak wartawan atau media pers.
Kesan paling kuat hanya membacakan cuplikan prestasi Jawa Timur, tetapi apakah potret kemiskinan dan ribuan pedagang kaki lima serta masyarakat dengan modal pas-pasan, mendapat perlakuan seakan-akan, bukan pemilik wilayah Jawa Timur. Tidak ada pembelaan.
Juga ketika dunia pers dan media pers sedang tidak baik-baik saja, tidak adakah upaya merangkul, menguatkan untuk tetap berdiri tangguh.
Tergambar jelas bahwa “penghargaan”, “trophy”, dan “award” menjadi “Tuhan Baru” mengalahkan amanat pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Memang jaman sudah berubah, era digital dengan Artificial Intelligence menjadi “guru baru” dalam berbagai keilmuan. Tetapi mengapa semakin jauh dengan tauladan-tauladan seperti semboyan “Jer basuki mawa beya”.
Penghargaan dan penghargaan benar-benar menjelma menjadi “Tuhan Baru”. Melupakan sabda Nabi Muhammad SAW;
“innama buistu liutammima makarimal akhlak” (“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”).