Opini  

Mengonrtruksi Profil Guru Menuju Pendidikan Indonesia yang Maju, Berkualitas dan Memerdekakan

Mengonrtruksi Profil Guru Menuju Pendidikan Indonesia yang Maju, Berkualitas dan Memerdekakan
Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H., CLMA

Namun yang harus kita pikirkan juga adalah murid sebagai obyek Pendidikan apakah sudah siap secara mental?

Saat ini yang harus fokus pada pengembangan menuju pendidikan yang maju, berkualitas dan memerdekakan di daerah adalah 4 Pilar Pendidikan yaitu Pemerintah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), Guru, Manajemen Sekolah dan Komite Sekolah. Program Baik Menteri Nadiem Makarim harus ditangkap dengan perencanaan yang baik di daerah sehingga outputnya baik di lapangan.

Program inovasi dibidang Pendidikan haruslah direncanakan seiring dengan alur penganggaran pemerintah. Ketika program yang bernuansa inovasi untuk mendukung “merdeka belajar” diterbitkan setelah semua sekolah menyusun RAPBS maka dapat dipastikan akan semakin carut marut pengelolaan program di sekolah.

Manajemen Sekolah akan sulit mengalokasikan anggaran untuk kegiatan karena semua program telah disepakati dengan nomenklatur masing-masing. Manajemen Sekolah akan berada dalam dilema, antara kewajiban melaksanakan program dan aspek akuntabilitas pendanaannya. Sekali lagi, program “merdeka belajar” harus menjadi vitamin yang positif bukan sebaliknya menjadi alat memasung kreatifitas atas nama sebuah Gerakan Pendidikan.

Perlu diingat bahwa proses dalam kehidupan di sekolah itu adalah konsep nilai-nilai. Nilai religius, kegotongroyongan, keadilan dan musyawarah. Nuansa itu yang harus dibangun di sekolah sehingga berimbas kepada murid sebagai subyek Pendidikan.

Pilar kedua adalah guru. Guru disebut juga agent of knowledge. Guru berkewajiban
mentransformasikan nilai-nilai ilmu kepada muridnya sehingga dapat dipahami dengan baik serta dapat diterapkan dalam kehidupan murid. Guru mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik anak-anak mereka. Guru harus menjadikan “profesinya” sebagai panggilan jiwa.

Guru harus hadir di sekolah sebagai “profesional” Tidak ada lagi guru yang menghadapi muridnya dengan bekal “pas-pasan” karena pilihan sebagai guru atas sebuah alasan terpaksa. Harus segera diubah dari mindset “mengajar dan mendidik” adalah pekerjaan, ke “mengajar dan mendidik” adalah panggilan jiwa. Bahagialah dan hormati profesi guru yang telah melekat pada seorang guru.

Pilar ketiga adalah manajemen sekolah. Manajemen sekolah berkewajiban mengendalikan semua potensi di sekolah untuk pencapaian visi dan misi sekolahnya. Manajemen Sekolah harus memiliki kesadaran bahwa pengelolaan yang dilakukan terdiri dari “subyek hidup” dan “subyek tak hidup”. Subyek hidup adalah para guru, murid dan orang tua murid yang harus dikelola dalam sebuah orchestra Pendidikan
sekolah menuju harmoni Pendidikan yang maju dan berkualitas.

Mengelola subyek hidup harus dengan think globally act locally. Lakukan dengan baik konsep learning to : know, do, be, life together. Berpikir terbuka, smart, menerima perbedaan dan solutif adalah ciri manajemen sekolah zaman now.

Pilar keempat yang tidak kalah pentingnya adalah kehadiran komite sekolah yang berkomitmen. Profile komite yang mampu mengakselerasikan fungsi pendamping dalam planning, organizing, actuating dan controlling. Kehadiran komite sekolah bukanlah “stemple atas kebijakan kepala sekolah”.

Komite Sekolah adalah menjalankan fungsi supervisi, pelaporan, evaluasi dan monitoring atas program kegiatan sekolah. Komite Sekolah sebagai wakil orang tua dan masyarakat pendidikan harus diapresiasi kehadirannya secara utuh. Komite Sekolah adalah kawan seperjalanan bagi Guru, Manajemen Sekolah dan Pemerintah.

*) Penulis adalah Akademisi Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang dan Trainer