Kesusahan atau Kesulitan.
Setiap kali manusia menghadapi kesulitan, gampang untuk seketika menyerah dan lari dari masalah atau mengeluh dan bahkan menyalahkan orang lain. Mereka terpuruk dalam depresi, merasa sedih tentang situasi yang mereka alami dan merasa tidak berdaya. Mereka bertanya-tanya “mengapa hal ini harus terjadi pada saya?” atau “dosa apa yang telah saya lakukan hingga pantas untuk mendapatkan musibah ini?”. Tetapi bagi seorang muslim yang produktif, cara berpikirnya akan berbeda. Rasulullah saw bersabda : ”Satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.” (H.R. Al-Hakim).
Kapanpun seorang muslim yang beriman menghadapi kesulitan, cenderung akan mundur dulu selangkah dari situasi sulit. Dalam kemunduran selangkah mengamati dari sudut pandang yang berbeda.
Bahkan perlu dilakukan muhasabah dalam kehidupan yang penuh dengan kekhawatiran, kecemasan dan masalah dari perspektif akhirat. Kemudian bertanya kepada diri sendiri: Apa arti semua ini jika dibandingkan dengan akhirat? Salah satu pemahaman yang kita yakini namun kebenarannya patut diragukan dalam kehidupan ini adalah bahwa jika kita berbuat baik maka senantiasa kehidupan dunia dan akhirat kita juga akan menjadi baik. Itu baik mungkin iya, tapi tidak sepenuhnya benar.
Kehidupan yang kita jalani sekarang ini bukanlah kehidupan yang akan mendapatkan segala sesuatu yang adil. Kalau logikanya seperti itu, maka hari kiamat ataupun akhirat tidak dibutuhkan. Kehidupan di dunia ini merupakan dualitas ada baik dan buruk, keadilan dan ketidakadilan, kasih sayang dan penindasan, cinta dan benci, kebenaran dan kepalsuan.
Peran kita dalam kehidupan ini hanya untuk menjalaninya sebagaimana Gustialah meminta kita menjalaninya. Allah berfirman: (Al Nahl, Ayat 97)
Artinya:
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Selama kita menghadapi masa sulit, ingatlah masa mudah, saat dihinggapi rasa sedih,ingatlah rasa bahagia. Saat pagi bangun dari tidur ingatlah apa ibadah, sedekah perbuatan baik yang akan kita lakukan sampai duhur. Setelah solat Duhur merenung apa yang sudah kita lakukan dari pagi sampai Duhur lalu dari waktu Duhur apa kebaikan yang akan kita lakukan sampai Asar. Begitu seterusnya sampai kembali ke tempat tidur malam nanti. Apa yang kita lakukan seharian sudah kita lakukan merupakan bentuk ibadah kepada Gustialah?.
Muhasabah yang kita lakukan dalam keadaan senang ingat susah merupakan salah satu kunci agar kita tidak lupa Gustialah. Kalau kita dicoba dengan musibah kesedihan maka sudah berkepatutan kalau kita bersabar. Saat bersabar kita dapat ber-roja’ menata harapan kepada Gustialah agar dapat diberikan yang patut, manfaat dan berkah pada kita. Bukan selalu yang baik sesuai kemauan dan permintaan kita. Ingatlah! Kita hamba Gustialah tak elok jika minta sesuatu disegerakan, karena tanpa sadar kita memerintah Gustialah untuk menyegerakan.
Sadarkah kita siapa Gustialah? Memang, kita pantas minta apapun pada Gustialah karena mahluk berhak minta dan sambat pada al-Kholiq namun berahlaktatakeramalah dihadapan Gustialah. Mengeluh, memohon dan meminta monggo. Memerintah memaksa seyogyanya dihindari karena maqom kita hanya sebagai kawula abdi.
Muhasabah juga sebaiknya dilakukan di saat kita mendapati keberkahan, kebahagiaan ataupun kesukacitaan. Kelazimaan jika seseorang mendapat nikmat mengucap alhamdulillah, syukur pada Gustialah. Betapa baik dan memesona bila manusia mengucap syukur nikmat pada Gustialah karena mendapat ‘hadiah’. Padahal sesungguhnya tidak seharusnya bersyukur saat hanya mendapat sesuatu bernama nikmat. Kesyukuran dapat dilakukan pada hal remeh, misal bisa bangun dari tidur sudah merupakan hadiah nikmat luar biasa yang kita terima setiap hari, gratis! Coba kalau Gustialah berkehendak kita tidak bangun, bablas! Matilah secara spektakuler dengan hiasan mewah di alam kubur.
Justru jika kita mendapat hadiah nikmat, misal mobil, di lisan wajib bersuara alhamdulillah syukur pada Gustialah. Akan tetapi dalam hati harus muhasabah dan bisa memunculkan rasa hauf. Takut setidaknya menjadi dasar bahwa Gustialah memberi amanat hadiah mobil. Mungkin ada yang berujar mobil beli sendiri karena bekerja matimatian. Tahukah pada hakekatnya juga dari Gustialah?. Jika sudah diberi amanat kendaraan dari Gustialah maka kita setidaknya selalu memiliki rasa takut, jangan sampai menjadi sombong jangan sampai kalau terserempet pemotor menjadi marah. Coba muhasabah. Dengan punya mobil dipakai ke luar di jalan terserempet pemotor siapapun yang salah pasti akan ke bengkel beli spare part, mbayari tukang cat, mbayari ketok magic.
Bahkan kalau terkilir manggil atau pergi ke tukang pijat dan jarang gratis. Belum kalau urusan polisi kita juga harus “ihlas bersedekah’. Kita seharusnya melatih diri untuk takut bahwa yang ada di dunia ini tidak abadi dan sedekah adalah salah satu yang dapat menjadi teman ‘di sana’. Betapa seharusnya kita takut dan malu karena seolah kita pemiliki benda yang abadi di dunia ini. Sampai harus dipaksa bersedekah dengan cara Gustialah. Lalu ada yang berguman saya selalu sedekah mengapa masih diberi musibah? Kamu sedekah rejeki dari mana? Sudahlah kamu lahir dari tanah makan dari tanah dan kembali ke tanah jangan menjulang dan melangit!.
Khotimah
Karena kita berada di bumi maka lakukan apa yang baik dan benar sesuai dengan perintah Gustialah. Kalaupun mendapat kebahagiaan ingat Gustialah hanya memberi ujian bagi manusia, dan syukur Gustialah selalu ingat pada mahluk manusia ciptaan-Nya. Jika kita mendapat percobaan kesedihan ingatlah kita hanya mahluk. Lemah, kecil, tak berdaya dalam hal apapun. Mustahil dawamul bahagia dan tidak lazim dawamul susah. Hanya Gustialah yang menguati menghidupi dan yang maha baik dan benar. Maka sebagai saran di bawah ini bisa menjadi mukadimah muhasabah semoga membawa angin tenteram.
- Sholat. Pastikan kita selalu sholat tepat waktu 5 kali sehari. Jangan pernah sekalipun meninggalkan sholat dan selalu berdoa dengan penuh ketulusan seolaholah itu merupakan sholat terakhir kita di dunia ini.
- Membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an itu begitu indah, tak peduli kesulitan apapun yang kita hadapi kita akan senantiasa menemukan penghibur hati didalamnya.
- Berdoa dengan Wasilah Fatiha kepada para Guru seperti yang ada dalam buku istighosah.
- Bersedekah sebanyak yang kita bisa mumpung nyawa masih menempel. Karena bersedekah bisa menghilangkan kesusahan yang sedang kita hadapi. Dan, jika kita tidak bisa bersedekah dengan uang atau harta, kita bisa bersedekah dengan amalan lain seperti menghibur orang yang sedang dalam kesusahan atau membantu orang lain secara fisik.
- Tetapkan Tujuan dan Miliki Visi akhirat. Jangan biarkan setan terus bermain dengan kita dan terus memutar ulang bayangan tentang masa-masa sulit di dalam pikiran kita lagi dan lagi, segeralah move on! Tetapkan, apa tujuan di dunia? Dan selalu ingat kalau kita bersama Gustialah maka tidak akan ada yang bisa menghentikan kita.
- Selalu setiap akan tidur maupun bangun tidur pertama yang hadir adalah ingat Gustialah.
- Ketidakadilan, kesulitan dan kesedihan bukanlah kerugian. Gustialah tidak akan pernah melupakan ketidakadilan, kesulitan dan kesusahan yang pernah kita alami, jadi kita tidak perlu repot-repot berpikir untuk balas dendam ataupun mencoba mencari keadilan, kebahagiaan dan kemudahan terus menerus. Ikhlas dan tawakal pada Gustialah biarkan Dia yang membalasnya. Hanya Gustialah dengan segala kuasa-Nya yang dapat membuat sebuah takdir terjadi. Dan kalaupun ketidakadilan, kesulitan, kesedihan musibah, bala’, affat, adzab menimpa kita maka sebagai manusia harus bisa berusaha dengan berbagai cara agar bahagia menerima takdir ketentuan Gustialah dengan mewujud pada perasaan lega, puas dengan kata lain RIDLO TAKDIR GUSTIALAH.
Kalau kita sudah terlatih dan akrab dengan lego-lilo ihlas ridlo. Maka yakin tidak ada yang bisa menidakadilkan, menyusahkan atau menyedihkan. Justru kita patut sedih, takut kalau kehilangan Gustialah, jauh dari-Nya atau sebaliknya Gustialah menjauhi kita. Karena kita acuh pada perintah kebaikan dan kebenaran. Maka selalu berusahalah lahir batin dekat dengan Gustialah. Wallahu A’alam. (*)