banner 728x90
Opini  

Sepakbola Indonesia (kembali) Kurang Serius

Sepakbola Indonesia (kembali) Kurang Serius
Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh : Djoko Tetuko (Pemimpin Redaksi Transparansi)

Tinggal melakukan kampanye melalui berbagai media dan event lain, melakukan persiapan timnas secara khusus karena menjadi program prioritas Presiden Joko Widodo, melakukan promosi 6 stadion calon tempat pertandingan beserta fasilitas dan Ikon yang menggiurkan bagi masyarakat pecinta sepakbola dunia, ternyata Indonesia benar-benar kurang serius.

Alih-alih memaksimal
sebuah “hadiah sekaligus penghargaan” dari FIFA ketika diputuskan dan ditetapkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, dengan jadwal perhelatan mulai 24 Mei 2021, ternyata hingga kini belum apa-apa, baru rapat anggaran renovasi venue dan persiapan timnas.

Jujur saja, kabar ini sangat tidak menggembirakan, bahkan terkesan persepakbolaan nasional (kembali memutar lagu lama) kurang serius. Kurang profesional dan tidak pernah belajar dari pengalaman. Bahkan dalam bahasa agama kurang beryukur. Mengapa? Menerima sebagai tuan rumah event kelas dunia dengan keuntungan ganda, terbukti disia-siakan.

Terobosan PSSI selaku federasi melakukan proses pencalonan dengan bebagai pendekatan, dan alhamdulillah berhasil meyakinkan FIFA dengan memutuskan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia. Pertama, sudah pasti timnas U-20 tahun otomatis menjadi peserta bersama 23 timnas negara lain, yang melalui perjuangan melalui seleksi cukup ketat dan sangat panjang. Tentu saja dengan anggaran tidak sedikit.

Kedua, 6 stadion Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya), Stadion Jakabaring (Palembang), Stadion Manahan (Solo), Stadion Kapten I Wayan Dipta (Bali), dan Stadion Si Jalak Harupat (Bandung). Dua stadion Mandala Krida (Yogyakarta) dan Pakansari (Bogor), digeser atau digunakan persiapan jika ada pertandingan menentukan dengan jam yang sama sebagai cadangan. Menjadi stadion penyelenggara Piala Dunia, tentu mendapat publikasi dan keuntungan lain yang luar biasa.

Ketiga, PSSI semestinya memanfaatkan moment menjadi tuan rumah dengan menyiapkan, paling tidak 2-3 timnas U-20 dengan head coach satu orang, katakan Shin Tae-Young dengan tahapan pola latihan sama, kemudian pemain-pemain itu secara berkala diuji coba sesama timnas A, B, dan C, juga diujicobakan dengan klub profesional yang kelasnya di bawah dan yang kelasnya di atasnya. Program sederhana ini memang memakan biaya cukup banyak, tetapi untuk kepentingan nasional (bisa belajar dari negara-negara yang sukses) memang membutuhkan anggaran cukup besar. Tetapi sangat bermanfaat untuk pembentukan timnas senior ke depan, dengan pemain sudah mempunyai pengalaman level dunia.

Keempat, kesungguhan menyiapkan timnas U-20 hingga 3 tim, sakaligus sebagai bank data pemain terbaik di Indonesia sebanyak 60-75 pemain, semua dilakukan sistem pemilihan secara terbuka masuk timnas utama atau timnas A, tetapi timnas B dan C yang kualitasnya tidak berbeda jauh, menjadi pelapis ketika sewaktu-waktu dibutuhkan. Dan program ini menjadi aset sekaligus dagangan dalam era sepakbola industri untuk dipasarkan bermain di luar negeri maupun dalam negeri, yang merupakan produk dari pemerintah dalam hal ini Kemenpora bersama PSSI.