Dengan adanya perwali dan perda itu, lanjutnya, Surabaya bisa memutus rantai kemiskinan dan pengangguran terbuka. Dirinya menegaskan, UMKM yang bisa berjualan di area parkir toko swalayan harus yang sudah terdaftar atau terdata di kelurahan dan kecamatan.
“Karena kalau tidak melalui kelurahan dan kecamatan, toko modern (swalayan) akan bingung, karena semua minta usul untuk masuk. Oleh karena itu, harus ada petugas dari kelurahan dan toko modern mengumpulkan (UMKM) siapa yang mau masuk kemudian nanti diundi, nah itu fair,” jelasnya.
Lantas siapa membiayai pembayaran listrik dan air jika ada UMKM yang berjualan di area parkir toko swalayan. Menurut Eri, semua akan ditanggung oleh pemkot tanpa membebani pemilik toko swalayan. “Akan tetapi, terkait sampahnya itu (ditanggung) toko modern,” terangnya.
Eri menegaskan, aturan ini hanya berlaku bagi pelaku usaha UMKM, bukan untuk di bidang franchise. Karena Pemkot Surabaya ingin, area parkir di toko swalayan bisa dimanfaatkan oleh warga miskin untuk menggerakkan perekonomian ke depannya.
“Karena tempatnya itu terbatas, maka dari itu nanti akan kita kumpulkan, kita ambil yang kehidupannya paling bawah (penghasilan minim) maka akan kita berikan kesempatan gratis. Pemkot dan toko modern hadir di sana untuk memberikan penyelesaian mengurangi kemiskinan,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan dari Aprindo Surabaya, Romadhoni mengatakan, terkait adanya aturan dalam perda tersebut maka toko retail akan membantu dan mendukung Pemkot Surabaya untuk memberdayakan lingkungan sekitar dan menyediakan petugas parkir resmi.
“Kami mewakili teman-teman toko retail bahwasanya kita membantu dan men-support Pemkot Surabaya untuk memberdayakan lingkungan sekitar,” ujarnya. (*)