Pasca Armuzna, PPIH Harus Khusnul Khatimah

Laporan H S. Makin Rahmat - 5

Pasca Armuzna, PPIH Harus Khusnul Khatimah
H.S Makin Rahmat

“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 Markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” keluhnya.

Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali. Menurut Mukhlis, banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal. “

Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” ujar dia.

Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Dzulhijjah 1446 H. Penempatan jemaah yang tidak sesuai rencana menyulitkan pihak Syarikah/Markaz proses distribusi makanan dan logistik.

“Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” ujar Mukhlis.

*Mitigasi PPIH*
Persoalan penempatan jemaah di Arafah pada akhirnya bisa diselesaikan. Hal itu tidak terlepas dari sejumlah langkah cepat dan strategis yang diambil PPIH Arab Saudi. Langkah itu ditujukan untuk mengurai kepadatan dan memastikan seluruh jemaah mendapat tempat yang layak dan distribusi konsumsi yang lebih baik.

Langkah awal, menyisir dan memvalidasi ulang kapasitas tenda. Petugas PPIH menemukan banyak kasur yang seharusnya kosong sudah ditempati oleh jemaah. “Pemetaan ulang menunjukkan bahwa beberapa tenda masih menyimpan kapasitas tambahan,” ucap Mukhlis.

Langkah kedua mengalihkan tenda petugas untuk jemaah. “Tiga tenda petugas di wilayah Markaz 105 (Syarikah Rifadah) dialihfungsikan dan dipakai untuk menampung jemaah yang belum kebagian tempat,” paparnya.

Upaya ketiga yang dilakukan PPIH Arab Saudi adalah melobi Syarikah untuk menyiapkan tambahan tenda. Langkah ini cukup berhasil.

“PPIH bernegosiasi dengan beberapa Syarikah agar menyediakan tenda tambahan guna menampung kelebihan jemaah,” ungkap Mukhlis.

Keempat, pemanfaatan tenda utama Misi Haji Indonesia. “Tenda utama Misi Haji Indonesia pada akhirnya juga digunakan untuk menampung jemaah terdampak overkapasitas,” ujar Mukhlis.

Langkah kelima adalah koordinasi efektif dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief secara khusus melakukan komunikasi intensif dengan Kemenhaj.

Langkah ini membuahkan hasil, sekitar 2.000 jemaah berhasil ditempatkan di tenda-tenda cadangan resmi yang disiapkan oleh pihak Saudi.

“Melalui upaya-upaya tersebut, kepadatan mulai terurai dan saat puncak wukuf, seluruh jemaah sudah berada di tenda untuk melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk,” tegas Mukhlis M Hanafi.

Dia menegaskan, PPIH Arab Saudi terus berupaya semaksimal mungkin agar seluruh jemaah Indonesia dapat menjalani puncak ibadah haji dengan aman, nyaman, dan terlayani.

Dari inventarisasi masalah yang muncul, bila mapping data jamaah diselaraskan dengan data Syarikah tentu bisa mengurangi Sikondom. Kita seharusnya paham, sulit mengatur orang Arab. Mengapa baru mencari solusi saat kondisi sudah babak belur. Semoga berpindahan kebijakan kepada Badan Penyelenggara Haji (BPH) tugas berat PPIH bisa muhasabah dan diakhir tugas Khusnul Khatimah, bukan su’ul Khatimah. Wallahu a’lam bish-showab.  (*)

*) Ketua Forum Pimred Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jatim, Petugas Bimbad Kloter 94 PPIH Sub dan Santri Embongan Ponpes Darul Musthofa Gondanglegi Malang.