ALHAMDULILLAH. Allahu-Akbar 3X Walillahilham. Segala puji hanya milik Allah SWT Penguasa alam semesta. Takbir, takmid, tasbih dan talbiyah terus berkumandang. Bagi jemaah haji 2025/ 1446 suka atau tidak suka mendapatkan manasik haji luar biasa.
Prof. Dr. KH. Imam Gozali Said, guru besar yang Istiqomah berhaji lebih 24 kali dan pernah bekerja di Muasasah atau Syarikah, menganggap Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) tidak cerdas.
Kebijakan dari Kementerian Haji Saudi Arabia, semestinya ditelaah, dikaji, dan diberikan opsi solusi sebelum bulan haji (Syawal, Dzukqokdah dan Dzulhijjah). Intinya, bisa mengikuti aturan Kemenhaj Saudi, dengan tetap memperhatikan dan mempersiapkan kondisi di lapangan.
Kesan serupa diungkap KH Imam Chambali, pemangku KBIHU Bryan Mekkah Surabaya, selain terjadi pembiaran belum ada antisipasi terhadap perubahan regulasi.
Sebetulnya, aroma ketidakberesan PPIH saat ada jamaah haji yang sudah terjadwal berangkat ternyata sampai Asrama Haji dipulangkan, berkaitan beda data Syarikah.
Bisa jadi sektor dan Daker Makkah, Madinah, Jeddah dan bandara yang terbentuk sudah terbiasa dengan ritme lama, tidak mau mengubah mindset dikelola 8 Syarikah. Sehingga menjamur insiden lain, seperti suami-istri, keluarga Resti dan pendampingan tidak bersama.
Sayangnya, hal konyol tersebut bukan terputus, sebaliknya menjadi bom waktu yang sulit terdeteksi. Keputusan PPIH mengubah Kloter menjadi Kafilah berbasis hotel, juga belum efektif.
Mengapa? Selain petugas PPIH, sektor dan Daker terbatas, otoritas dari Syarikah juga belum mampu mengantisipasi kondisi di lapangan. Keterbatasan armada bus, ikut menjadi pemicu rentetan ketidaknyamanan jamaah.
Realita dan kenyataan di lapangan, terjadi gesekan mengatasnamakan Kafilah sedang saat survey masih berbasis Kloter. Kalau pun Syarikah berusaha mengikuti alur hotel, ternyata problem solving belum teratasi. Mulai tidak dapat tenda, terlambat menjemput jamaah, Koper Besar hilang dan berjibun masalah lain.
Lantas apa langkah Kemenag? Melalui PPIH Arab Saudi berusaha mengantisipasi terhadap sejumlah kendala. Menurut Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, permasalahan dipicu beberapa faktor teknis, sosial, dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik.
Wukuf di Arafah sebagai rangkaian puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijjah 1446 H atau 5 Juni 2025. Jemaah haji Indonesia diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah pada 4 Juni 2025. Dalam proses itu, ada sejumlah jemaah yang tidak mendapatkan tempat di tenda Arafah.
“Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia,” terang Mukhlis M Hanafi di Makkah, Sabtu, 7 Juni 2025.
Menurut Mukhlis, ada sejumlah fakta penyebab terjadinya masalah penempatan jemaah di Arafah. Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.
“Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama,” ujar Mukhlis.
Kedua, skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah. Penempatan jemaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis Markaz dan Syarikah. Namun, pada praktiknya ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda Markaz dan Syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.
“Karena sistem keberangkatan dari Mekkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” paparnya.
Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker). Yakni, Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.