LaNyalla menjelaskan bahwa Pasal 33 UUD 1945 naskah asli sudah diubah, dan penjelasannya sudah dihapus total. Sehingga rakyat kebanyakan terhalang untuk meningkatkan kesejahteraan. Dan kondisi ini semakin akut, tanpa ada kesadaran untuk memperbaiki, meski sudah berulang kali terjadi pergantian kepemimpinan nasional.
“Karena tanpa koreksi sistem bernegara secara fundamental, maka siapapun presiden yang terpilih, negara kita akan terus tersandera oleh ‘mismanagement’ dan keserakahan oligarki yang memang diberi ruang oleh konstitusi dan undang-undang turunannya,” ujar Senator Jawa Timur ini.
Menurut LaNyalla, salah kelola itu juga yang menyebabkan terjadinya begitu banyak masalah di negeri kita. “Seperti proyek kereta api cepat yang tidak cepat lagi, bahkan mogok; juga skandal Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu, dan berbagai skandal keuangan lainnya yang terkesan dibenamkan atau direkayasa agar tampak legal,” ucapnya.
Ia menambahkan, salah kelola terjadi ketika fungsi kontrol terhadap eksekutif menjadi tumpul. Bisa jadi karena yang mengontrol dan yang dikontrol saling mendukung.
Itulah sebabnya dalam berbagai kesempatan ia sengaja menyerukan untuk perbaikan total sistem bernegara.
“Karena itu, saya ingatkan kondisi negara kita yang sedang tidak baik-baik saja. Kita sebagai anak bangsa yang cinta Tanah Air, mari kita bersama-sama memikirkan agar Indonesia lebih baik, lebih sejahtera berkeadilan di masa depan dengan sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa,” tugas dia.
Dalam kunjungan kerjanya ke Australia, Ketua DPD RI didampingi oleh Senator Bustami Zainudin (Lampung), Ria Mayangsari dan M. Syukur (Jambi), Amaliah dan Jialyka Maharani (Sumatera Selatan), Bambang Sutrisno (Jawa Tengah), Hilmy Muhammad (Yogyakarta), Ahmad Nawardi dan Adilla Azis (Jawa Timur),serta Andi Muhammad Ihsan (Sulawesi Selatan). (Nuriyah Maslaha)