Data MBR di Kota Surabaya akan Diklasifikasi Berdasarkan Desil

Data MBR di Kota Surabaya akan Diklasifikasi Berdasarkan Desil
Data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Surabaya akan diklasifikasi berdasarkan desil (membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama).

SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Surabaya akan diklasifikasi berdasarkan desil (membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama). Langkah itu dilakukan agar intervensi yang diberikan Pemkot Surabaya kepada keluarga miskin tepat sasaran. Dengan harapan, persoalan kemiskinan ini dapat segera terselesaikan.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pada tahun 2023 mendatang, pemkot menargetkan dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan desil 1 dan 2. Sebab, kategori ini masuk dalam MBR yang pengeluarannya di bawah Rp690 ribu per kapita.

“Kalau pendapatannya kurang dari itu maka masuk dalam keluarga miskin. Keluarga miskin ini berarti masuknya desil 1,” kata Eri, Rabu (19/10/2022).

Ia menjelaskan, bahwa untuk mengentas kemiskinan, secara otomatis maka pendapatan keluarga itu harus dibesarkan. Sementara untuk beban pengeluarannya harus berkurang. Hal itu pun telah dilakukan pemkot seperti misalnya kepada warga penghuni rumah susun sewa sederhana (rusunawa).

“Beberapa warga miskin misal tinggal di rusun itu kita kasih pekerjaan. Kita juga lakukan terkait pengeluarannya misal pembayaran rusun dikurangi dan ini sudah kita lakukan,” ungkapnya.

Eri menyebutkan, bahwa program padat karya yang telah berjalan tak hanya menyasar kepada warga miskin di rusunawa. Tapi juga menyasar kepada warga miskin yang tinggal di perkampungan. Langkah mengentas kemiskinan yang dilakukan itu seperti di antaranya melalui program padat karya seperti cuci mobil dan pembuatan paving.

“Dulu ada yang mengatakan tidak mungkin warga miskin bisa dapat Rp6 juta. Ternyata dengan (program padat karya) pembuatan paving itu bisa dapat Rp 6 juta,” ujarnya.

Bagi keluarga miskin yang memiliki keahlian fisik, Eri juga meminta kepada jajarannya agar mereka dibentuk koperasi. Sehingga pada tahun 2023 mendatang, mereka bisa mengikuti proyek pembangunan infrastruktur seperti pekerjaan saluran di perkampungan. Tentu saja sebelumnya mereka akan dilatih dan didampingi agar bisa masuk ke dalam e-katalog.

“Jadi pemkot kalau ada dana kelurahan yang mengerjakan tidak perlu lagi pakai e-lelang, tapi dari warga Surabaya dihitung per orangnya berapa. Inilah salah satu cara mengentas kemiskinan,” jelasnya.

Bagi Eri, cara mengentas kemiskinan bukanlah warga tersebut terus digelontor bantuan. Sebab, intervensi bantuan yang diberikan itu hanya bersifat sementara. Karenanya di Surabaya ini pemkot getol membuka lapangan kerja melalui sejumlah program padat karya.

“Kalau kemiskinan hanya dikasih bantuan saja tidak dipikirkan pekerjaannya apa, maka hari ini dia hanya menerima bantuan tapi tidak tahu di tahun depan mau ngapain. Makanya di Surabaya ada pembuatan paving, cuci mobil dan macam-macam yang itu sebenarnya untuk mengentas kemiskinan,” jelasnya.

Meski begitu, Eri menuturkan, bahwa bantuan memang perlu diberikan di awal untuk dapat mengurangi beban pengeluaran dari keluarga miskin tersebut. Namun, pemberian bantuan harus diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan.