banner 728x90
Opini  

Titip Salam buat Pak Jaksa

Titip Salam buat Pak Jaksa
Djoko Tetuko Abdul Latief

Begitu luas dan sangat menentukan para jaksa dari Jaksa Agung sampai jaksa di seluruh pelosok tanah air, menerima amanat begitu strategis dalam menentukan warga negara Indonesia juga warga negara asing dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, apakah melakukan pelanggaran terhadap hukum berbagai aktifitas terkait, apakah berhak mendapat kekuatan hukum dalam melindungi kebenaran secara hakiki, apakah juga wajib menjaga dengan penuh rasa keadilan. Hal inilah jaksa diuji sekaligus diberi pilihan menjadi pemegang amanat dengan menjaga Marwah tetap terhormat, atau mengingkari sumpah dan janji juga amanat dengan berperan sebagai aktor tokoh hukum, dengan tanpa malu mempermainkan hukum dan keadilan.

Sekedar “titip salam buat pak Jaksa”, insyaAllah menjaga harkat dan martabat, karena dengan kehebatan sebagai pembawa amanat rakyat memilih menjadi pembela kebenaran serta menjaga rasa keadilan di atas semua kepentingan, termasuk kepentingan keluarga sekalipun, maka akan selamat di dunia dan si akhirat kelak.

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan Pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.

Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh
Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibu kota negara Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia. Kejaksaan Agung dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Kejaksaan tinggi, berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.

Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang kepala kejaksaan negeri yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada Kejaksaan Negeri tertentu terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang dipimpin oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.

Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam bahasa Sanskerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara pada zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.

Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.

Pada masa Reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.

Hari ini ketika memperingati 60 tahun Hari Bhakti Adhyaksa, merupakan
kesempatan kembali menyerukan kepada para jaksa untuk senantiasa berupaya mengembangkan kemampuan, kompetensi, dan kapabilitas, untuk menjadi insan Adhyaksa yang lebih kreatif dan inovatif, serta siap mengaktualisasikan berbagai strategi dan lompatan pemikiran baru melakukan berbagai terobosan dalam mengatasi setiap persoalan dan permasalahan guna menentukan alternatif solusi, jalan keluar pemecahan, dan tujuan akhir pencapaian yang jelas, positif, dan baik.

Momen Hari Bhakti Adhyaksa, lebih baik untuk memantapkan sekaligus mengukuhkan bahwa setiap Karsa dan Karya Nyata Kejaksaan RI tidak lain ditujukan untuk menunjukkan kehadiran Kejaksaan secara aktual. Juga
dapat mengilhami dan memotivasi sekaligus menginisiasi para jaksa untuk dapat segera turut berkontribusi dalam menghadirkan berbagai inovasi dan kreatifitas lainnya guna meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya bagi masyarakat pencari keadilan, sehingga ke depannya institusi Kejaksaan benar-benar diinginkan, diperhitungkan, dihargai, dihormati, dan dibanggakan.

Sekedar “titip salam buat pak Jaksa”, tidak mudah mewujudkan harapan pencari keadilan dan mengaktualkan prinsip-prinsip keadilan kepada masyarakat. Tetapi menjalankan dengan sungguh-sungguh penuh pengabdian, insyaAllah akan melahirkan nilai-nilai positif. Ingat! “Memainkan peran sebagai aktor” dengan tampil apa kata sutradara akan menjadi pecundang aparat penegak hukum, dan mengkhianati nurani umat”. Tetapi, “memainkan peran sebagai jaksa sesuai amanat undang-undang, selamanya akan disanjung rakyat, umat dan masyarakat dengan penuh hormat”. (JT/berbagai sumber)