Khusus Surabaya karena sudah melakukan masa transisi sendiri, mengambil keputusan sendiri, di antara terus menekan jumlah kasus positif yang masih tinggi dan kasus wafat juga belum terkendali. Sementara rekor kesembuhan dengan angka fantastis belum terulang kembali. Inilah pekerjaan maha berat bu Risma.
Bagi Sidoarjo dan Gresik, walaupun tidak seberat Surabaya, tetapi mempunyai kesamaan karena sama-sama mencatat kasus positif tinggi, walaupun masih belum signifikan. Namun kearifan bupati Sidoarjo dan bupati Gresik, menentukan arah masa transisi yang seimbang dan meyakinkan, menjadi kunci sukses atau tidak menuju kenormalan baru atau Kenormalan lama yang diperbarui.
Gubernur Jatim, Khofifah mengimbau agar hasil telaah epidemiologi FKM Unair dijadikan kewaspadaan bersama guna melakukan langkah intervensi se-signifikan mungkin. Agar setiap format mampu memutus mata rantai COVID-19.
Perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair, dr. Windhu Purnomo menjelaskan, pihaknya telah melakukan kajian bahwa data hingga 30 Mei 2020 tercatat PSBB ketiga di Surabaya Raya telah berhasil menurunkan rate of transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1. Walaupun dalam pengamatan masih tercatat naik turun, namun secara optimis tercatat menurun dari awal penerapan PSBB.
Tentu saja bukan sekedar melepaskan diri dari PSBB, mengeterapkan masa transisi, kemudian menyatakan meningkatkan protokol kesehatan, maka semua dibolehkan dengan tanpa ada batas. Tentu saja tidak. Lebih baik semua yang selama ini menjadi pemicu mata rantai Covid-19 masih berkembang dan terus menyebar harus diputus dengan strategi jitu, dan aktifitas yang sudah baik dengan protkol kesehatan yang agamis dikawal sebaik mungkin.Tenru saja tetap menormalkan hal-hal yang positif dan baik, juga tetap menjaga perekonomian rakyat.
Salah satu contoh di Jakarta, walaupun sejak tanggal 5 Juni 2020, sudah memasuki masa transisi, tetapi bukan berarti hanya protokol kesehatan saja dilaksanakan dan ditetapkan. Patroli jam malam masih diberlakukan dengan menurunkan petugas menyampaikan himbauan, dengan harapan dapat mengurangi penyebaran pada waktu malam hari yang selama ini berisiko tinggi. Dan kondisi Jakarta hampir sama dengan Surabaya, sama-sama masih menambah angka kasus positif dan belum mampu mengendalikan kasus penderita wafat sampai zero.
Satu hal paling mendasar bahwa transisi menuju Kenormalan baru atau Kenormalan lama diperbarui itu, menjadi kebijakan walikota dan bupati, termasuk mengedepankan kearifan lokal dalam masa transisi. Terutama yang paling penting bahwa langkah transisi ini paling tidak ada beberapa point pokok tujuan atau target yang jelas dan pasti. Misalnya bahwa target Kota Surabaya mampu menekan menyebaran Corona zero, andaikata masih ada di bawah 10, demikian juga kasus wafat diupayakan dikendalikan sampai zero, tetapi jika sulit, masih ada 1 atau 2 kasus masih masuk katagori wajar karena Daerah Ibukota Provinsi.
Demikian juga Sidoarjo dan Gresik wajib menberikan penyebaran. Sedangkan 35 Kab/kota se Jatim wajib memberikan dukungan hingga Jatim terbebas dari penyebaran virus Corona. Juga daerah lain yang masih tinggi angka penyebaran virus Corona. Paling tidak menjadi virus Corona yang bersahabat dan sudah hidup seperti kerabat, saling menjaga dan mengawal kehormatan masing-masing.
Tidak mudah memang mengembalikan kepercayaan masyarakat, semangat masyarakat, harapan masyarakat setelah hampir 2 bulan “tiarap total” gara-gara Corona. Oleh karena itu, masa transisi jangan hanya sekedar mengumbar janji akan memberi kebijakan atau kearifan yang bertentangan atau berlawanan dengan sendi-sendi agama. Karena ajaran agama itu sudah mengatur tatanan kehidupan jauh lebih baik dan lebih hebat juga bermartabat, dibanding sekedar protokol kesehatan di masa Corona.
Hal-hal pokok sebagai “Deklarasi Transisi” supaya memudahkan masyarakat memahami, mengerti dan mematuhi. Misalnya, (1). Sektor perdagangan terutama PK-5 sepanjang tidak mengganggu atau sekedar mengurangi penilaian “Adipura” lebih baik dibiarkan masyarakat berdagang sampai pukul 22:00 atau 23:00, berlaku ketentuan jam istirahat. (pemerintah Pusat diminta meniadakan lomba pada masa Corona). (2). Pasar tradisional ditentukan jam buka dan tutup, (3). Terminal dan pusat keramaian berlaku sampai pukul 23:00.
Masyarakat baik warga wilayah setempat maupun tamu dari luar berlaku ketentuan;
(1). memakai masker; (2). Membawa surat jalan dan KTP ; (3). Bersedia diukur suhu badan ; (4) tidak berkerumun di tempat umum, kecuali menjaga jarak; (5) masjid dan mushola dibuka dengan tata cara sholat seperti sebelum ada Corona, tetapi waktu masuk masjid atau mushola melalui protokol kesehatan standar kompetensi Covid-19. (6). Menjaga keamanan kampung atau lingkungan sesuai kemampuan masing-masing; (7). Bermasyarakat secara sehat dengan tetap menjaga sopan santun dan budi pekerti luhur.
Umaro dan ulama mengajak masyarakat menjaga kebersihan secara totalitas dengan standar protokol kesehatan masa Corona, dan melakukan do’a bersama atau istighotsah secara rutin supaya dihindarkan dan dijauhkan dari “permainan harga dan barang-barang mahal yang tidak terjangkau, musibah, balak, kedzaliman dan kemungkaran, virus Corona, bencana alam, maupun bencana lain yang nampak maupun tidak nampak”.
Dan Do’a menyelamatkan dan menghindarkan manusia dari ketakutan; “Wahai Tuhan yang mengamankan orang-orang yang takut; karuniakanlah kami rasa aman dari rasa takut; selamatkanlah kami dari apa-apa yang kami takuti; hindarkanlah kami dari segala rasa “takut”.
“Yaa Amaanal Khaaifin; Aaminna mimmaa nakhaaf; Sallimnaa mimmaa nakhaaf; najjinaa mimmaa nakhaaf”. (JT)