Opini  

Refleksi Hari Ibu 2019, Ibu Pejuang Sejati dalam Kehidupan

Oleh : Djoko Tetuko

Refleksi Hari Ibu 2019, Ibu Pejuang Sejati dalam Kehidupan
Djoko Tetuko-Transparansi

Di Indonesia ada dua peringatan berkaitan dengan seorang ibu, tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu, dan tanggal 21 April selalu menjadi peringatakan Hari Kartini.

Tidak ada satu negara di dunia memberikan penghargaan dalam Hari Besar Nasional seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun negera di belahan eropa dan lainnya sudah menempatkan perempuan atau ibu di posisi nomer satu sebagai Perdana Menteri atau jabatan publik lain, tidak kalah hebat dengan pria.

Di Indonesia memang sudah pernah memberi kepercayaan kepada Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden keempat, setelah melanjutkan periode KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), setelah dilengserkan pada era awal Reformasi karena tidak mau mengikuti kehendak wakil rakyat di MPR maupun DPR, bahkan dengan terang-terangan menyebutkan sebagai Taman Kanak-kanak.

Kendati perkembangan demokrasi, sikap dan ketegasan Gus Dur pada akhirnya menjadi contoh bahwa Eksekutif memang perlu mendapat dukungan secara sportif dan positif dalam menjalankan roda pemerintahan. Megawati sayang tidak mampu melanjutkan kepemimpinan pada periode kedua, karena kalah dalam Pilpres.

Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota perempuan di Indonesia, bukan sesuatu yang langka atau mengagetkan. Tetapi sudah menjadi kebutuhan, bahkan dengan alasan emansipasi juga kesetaraan gender, maka perempuan tidak ada larangan atau perlawanan, menduduki jabatan publik sebagai pemimpin rakyat di posisi mana saja.

Kehebatan perempaun dalam sejarah pergolakan sebelum merdeka, sesudah merdeka, dan di abad modern, sudah terjadi di bumi pertiwi.

Pertanyaan sangat menggelitik, bahwa perempuan atau ibu, merupakan pejuang sejati dalam kehidupan. Apakah ibu atau perempuan ketika menjadi pemimpiun juga menjadi pejuang sejati dalam menakhodai pemerintahan atau lembaga apa saja ketika diberi kepercayaan.

Tentu saja perlu memberikan penjelasan dengan naskah akademis atau alasan sangat  profesional, sebab tidak mudah memang memberikan penilaian tentang itu. Mislanya, hanya dengan menyampaikan berdasarkan kegiatan atau karena kedudukan sebagai pemimpin, baik gubernur, walikota maupun bupati bahkan menteri sebagai pembentu presiden.

Mengapa perlu mempertanyakan pemimpin perempuan atau ibu? “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)

Sepanjang Kehidupan

Perintah berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu dan bapak), terutama kepada ibu karena sudah menjadi ketentuan tercatat dalam Al-Qur’an, bahwa ibu menjadi pejuang sejati sepanjang kehidupan anak manusia. Betapa tidak? Sejak dalam kandungan, ibu selalu dengan sabar mengandung dan menjaga sang bayi dalam kandungan dengan berbagai upaya maksimal, baik secara media maupun dengan bahasa ibu.

Kemudian, menjelang melahirkan dengan bentuk rupa dan warna apa saja, dari belahan bumi mana saja? Maka kodrat seorang ibu, selalu saja dengan tantangan tidak ringan dan berjuang dengan sekuat tenaga dan pikiran berusaha melahirkan sang jabang bayi dengan selamat.

Bahkan setelah melahirkan berusaha menyusui dengan keibuan, juga menjaga dengan bahasa ibu sampai mampu mengantarkan menjadi manusia sejati dalam kehidupan awal, ketika mulai berjalan sekaligus mengajarkan komunikasi yang positif serta mendidik saat mulai belajar berbicara.

Tidak berhenti sampai disitu? Ibu juga dalam menjadi sekolah pertama sebelum menitipkan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, maupun sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bahkan naluri keibuan, selalu mendampingi dan mengantarkan anaknya dalam kehidupan sejati ketika menuntut ilmu di rumah sampai di sekolah. Ibu memang menjadi pejuang sejati sepanjang kehidupan.

Sebagai refleksi di Hari Ibu, apakah ibu-ibu muda di era modern dan calon ibu, masih mempertahankan kebiasaan itu. Mengandung, melahirkan, menyusui (lama atau sebentar) atau selama 2 tahun sesuai dengan ajaran agama Islam, mendidik dari ayunan sampai pendidikan bahasa ibu di rumah, tidak dapat tergantikan

Bahkan jika tidak memiliki ibu (piatu), maka akan digantikan perempuan lain, sebagai pengganti ibu. Juga belum ada secara normal ibu mengajarkan ketidakbaikan, kecuali selalu menimang-nimang dengan sang anak  membisikkan dengan bahasa keibuan, budi pekerti yang luhur.

Pintu Surga