Dari Mandalika Hingga Rumah Tahan Gempa NTB

Dari Mandalika Hingga Rumah Tahan Gempa NTB
MotoGP Mandalika mengusung konsep sirkuit jalanan.

Destinasi Super Prioritas

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan pembangunan infrastruktur di 5 destinasi super prioritas dipercepat dan ditargetkan selesai pada 2020.

Kelima destinasi super prioritas yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo, adalah Mandalika (NTB), Labuan Bajo (NTT), Borobudur (Jateng-DIY), Likupang (Sulut), dan Danau Toba (Sumut).

Khusus untuk mendukung ke Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika, Kementerian PUPR melakukan preservasi jalan di ruas Bandara Internasional Lombok (BIL)-Kuta (Mandalika) sepanjang 60,3 kilometer. Kementerian PUPR juga mengganti tiga jembatan, masing-masing Jembatan Longken (100 meter), Jembatan Luk I (30 meter), dan Jembatan Sokong (120 meter).

Penerapan MKK

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menerapkan Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) Daerah di wilayahnya. Pembentukan MKK dengan dasar hukum SK Gubernur dan Permenpar 10/2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan. Begitu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu M. Faozal.

Saat ini, beberapa langkah telah diambil oleh Pemprov NTB, antaranya pemetaan personel, pembentukan jejaring, inventarisasi potensi krisis, dan penyusunan dokumen rencana aksi.

Diketahui, ada tiga provinsi yang ditetapkan sebagai Proyek Percontohan Manajemen Krisis Kepariwisataan. Selain NTB, juga Riau, dan Jawa Barat. Tiga provinsi ini dinilai memiliki kesiapan untuk menjadi tiga daerah awal untuk dilakukan pembentukan MKK Daerah.

Ketiganya dipilih karena memiliki komitmen besar terhadap sektor pariwisata,  dari mulai kepala daerah yang masing-masing punya potensi krisis yang beragam serta secara geografis mewakili tiga regional destinasi di Indonesia.

Dari Mandalika Hingga Rumah Tahan Gempa NTB

Jawa Barat dan Lombok misalnya, keduanya merupakan destinasi pariwisata yang memiliki potensi bencana alam cukup besar, khususnya gempa. Sementara Riau dikenal memiliki karakteristik bencana yang unik, yaitu kabut asap, yang tidak menimbulkan kerusakan fisik pada destinasi wisata, tetapi mengganggu penerbangan yang menyebabkan pembatalan grup wisatawan berkunjung ke Riau. MKK sendiri fokus pada upaya mitigasi (40%) dan strategi kehumasan (60%).

MKK di daerah dapat menjadi perpanjangan tangan Kementerian Pariwisata yang saat ini tidak memiliki struktur komando horizontal langsung dengan dinas di daerah. MKK Daerah diharapkan dapat menjadi tangan pertama bagi pemerintah pusat untuk menjangkau keadaan krisis yang saat itu sedang terjadi di daerah.

Mengenai kesiapan NTB, Kadis Pariwisata NTB, Lalu M. Faozal, mengatakan,  pihaknya akan memperkuat koordinasi dan pola kerja lintas pihak, khususnya dalam penanganan krisis kepariwisataan yang berpotensi terjadi di NTB. Latar belakang NTB sebagai lokasi wisata yang pernah mengalami bencana alam dan berusaha pulih pasca bencana dalam waktu yang relatif singkat menjadi catatan penting.

“Pasca gempa bumi NTB pada 2018, pihak asing selalu menanyakan apakah NTB sudah punya disaster management. TCC perlu mengadakan simulasi atau tactical floor game, terutama untuk melatih alur koordinasi informasi krisis,” ujar Faozal.

Rumah Tahan Gempa

Pasca gempa bumi melanda sebagian wilayah Provinsi NTB, menyisakan puing-puing bangunan rumah yang telah rata dengan tanah. Negara hadir dalam membantu masyarakat korban gempa di NTB. Pemerintah, baik pusat maupun daerah melakukan koordinasi dan kerja sama lintas sektoral dalam membangun kembali rumah para korban yang jumlahnya mencapai 40 ribu unit di Kabupaten Lombok Barat.

Pada 10 Oktober 2019 lalu, Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Doddy Usodo HGS telah melakukan serah terima kunci untuk 40 ribu rumah korban terdampak gempa di Lombok Barat. Jumlah tersebut hampir sebagian dari total keseluruhan rumah terdampak gempa yang akan dibangun sebanyak 175 ribu unit.

Dari Mandalika Hingga Rumah Tahan Gempa NTB

Sisanya yang belum dan sedang dalam proses pengerjaan, harus tuntas sesuai target 31 Desember 2019, karena sudah habis masa perpanjangan transisi ketiga.

Salah satu lokasi hunian warga terdampak gempa 2018 lalu, berada di Dusun Kapek Atas, Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat. Rumah-rumah ini adalah rumah yang dibangun oleh pemerintah. Saat gempa lalu, mayoritas rumah di desa ini rata dengan tanah.

Salah satu penyebabnya, seperti dikatakan Johan, Ketua kelompok masyarakat Kapek Atas, karena konstruksi besi pada bangunan rumah warga tidak kuat. “Saat terjadinya gempa, malam waktu shalat isya, kebetulan semua penghuni rumah berada di luar. Jadi, saat rumah roboh, penghuninya selamat. Sekareang pembangunan rumahnya sudah akan selesai,” ujar Johan yang rumahnya juga ikut roboh saat gempa.

Setiawati, Ketua Kelompok Fasilitator BNPB Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, mengatakan, satu rumah dianggarakan bantuan Rp50 juta, dan dibangun di atas lokasi bekas reruntuhan rumah warga sendiri. Menurutnya, pembangunan ditargetkan akhir 2019 ini sebanyak 72.222 rumah warga korban gempa di Kabupaten Lombok Barat selesai dibangun. Sedangkan untuk Dusun Kapek Atas, sebanyak 122 unit rumah sudah hampir seluruhnya selesai dibangun sejak April 2019 lalu.

“Targetnya, Desember 2019 sudah harus tuntas. Untuk di Kapek Atas, kita sudah hampir seratus persen, tinggal pasang jendela dan pintu saja,” katanya.

Rumah tahan gempa ini strukturnya berbeda dengan yang dibangun sebelumnya. Pondasinya diberi besi 12 mm untuk memperkuat struktur bangunan, dan diikat dengan anchor. Rumah dengan struktur ini dapat menahan lebih lama ketika terjadi gempa.

Seperti diberitakan, gempa 7 SR memorak-porandakan Bumi Gora, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Juli 2018, menyebabkan kerugian luar biasa. Data BNPB menyebutkan, 564 orang meninggal dunia, dan korban luka 1.500-an. Sebanyak 78 ribu rumah rusak, 20 ribu di antaranya teridentifikasi rusak berat, rata dengan tanah.

Ratusan infrastruktur seperti jalan, jembatan, terminal bus, dermaga, irigasi, alami kerusakan. Gedung-gedung sekolah, fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, rumah ibadah yang juga memprihatinkan karena banyak yang rusak. Termasuk kerusakan hotel-hotel, pasar-pasar tradisional, hingga kios-kios.

Saat itu, Kepala BNPB Willem Rampangilei mengatakan, kerusakan-kerusakan tersebut mencapai Rp10,1 triliun, dengan kerugian Rp2 trilun. Dalam hitungan BNPB, butuh Rp8,6 triliun dana rehabilitasi dan merekonstruksi seluruh dampak tersebut. Alokasi dana terbesar untuk Lombok Utara dan Lombok Barat, karena lokasi paling terdampak. (wt)