Labbaikallahumma labbaik. Labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk la syarika lak.
Penantian Armuzna (Arofah, Muzdalifah dan Mina) merupakan rentetan inti ibadah haji. Bagi sebagian besar jamaah haji yang ditakdirkan memenuhi panggilan Allah, tentu akan terkaget-kaget dengan perubahan kebijakan dan prosedur tahun 2025/1446.
Mengapa demikian? Kebiasaan jemaah mendapatkan banyak bimbingan dan manasik dari KBIH, saat masih di tanah air atau di tanah suci hampir dipastikan di tahun ini sebagian tercecer karena tidak terkumpul dalam satu hotel, apalagi sistem zonasi. Pihak sektor yang menangani hanya bersifat pendataan, pendampingan, dan memberikan advis bukan kebijakan yang memastikan keberadaan jemaah. Kewenangan ada pada Syarikah.
Akibatnya, baik jemaah gelombang pertama menuju Madinah yang merasakan proses berdebar-debar mendapatkan ID Card Nusuk, keteteran masuk Raudlotu karena belum ada tasrikh atau kartu nusuk. Jemaah pun mulai dilatih mandiri karena belum mendapatkan kamar sesuai roomlist saat bimbingan manasik haji di tanah air. Bahkan ada jamaah menunggu seharian untuk mendapatkan kunci kamar.
Belum lagi, hotel (funduk) yang terbayangkan bisa satu hotel dan berdampingan dengan keluarga, ternyata terpisah karena hak penuh ada di Syarikah.
Semua, jadi pelajaran berharga, bagaimana antri mendapatkan kamar, belum bisa masuk Roudloh atau terkendala dengan proses Nusuk yang simpang siur. Ini belum termasuk katering dan pelayanan lain.
Akhirnya, jemaah haji secara mandiri membikin aplikasi Nusuk. Hingga saat ini, jemaah juga deg-degan, karena pembagian ID Nusuk tidak terbagi secara merata. Al Faqir sendiri yang ada di hotel Asrir Al Taisir 712, Sektor 7 Jarwal hingga berita ini ditulis belum menerima ID Nusuk. Tapi terus berikhtiar setidaknya selaku Pembimbing Ibadah Kloter 94 PPIH Sub tetap mengutamakan pelayanan kepada jamaah. Belum lagi koper besar yang belum diterima para jamaah, menambah kegundahan jamaah.
Padahal dari sistem dan SOP, jamaah wajib memiliki Nusuk untuk mengikuti rangkaian Armuzna. Mulai 9 Dzulhijjah wukuf di Padang Arafah, dilanjutkan usai Ashar melanjutkan mabit (bermalam) di Muzdalifah pada 10 Dzulhijjah.
Saat tengah hari, melanjutkan perjalanan ke Mina. Selain mabit untuk Nafar awal atau Nafar Tsani, kewajiban melempar jumroh Aqobah, merupakan bagian ritual penting jamaah haji (10-12/13 Dzulhijjah).
Di balik hiruk pikuk tersebut, Al Faqir tetap yakin ada rahasia Sang Maha Tamu Allah robbul alamin untuk menjamu tamu-tamu istimewa, Dloifullah, dloifurrahman dan Dloifurasulullah. Tidak ada peristiwa yang sia-sia. Kita harus yakin, adl-dloifullah mayyit (tamu adalah mayit), Sang Tuan (Allah Azzawajalla) memberikan balasan istimewa, haji yang mabrur. Allahuakbar. (*)
*) Ketua Forum Pimred SMSI Jatim/ Pembimbing Ibadah Kloter 94 PPIH Sub dan Santri Embongan Ponpes Darul Musthofa Gondanglegi Malang