Hampir satu tahun Pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia dan seluruh dunia. Pandemi ini juga memengaruhi perekonomian skala lokal, nasional dan bahkan global. Pelaku usaha berskala mikro, kecil, menengah maupun besar, semuanya terdampak. Tidak terkecuali armada kapal rakyat (Pelra).
Kondisinya terpuruk bahkan terancam bubar. Ribuan ABK salah satu pewaris budaya bahari dan buruh bongkar muat di sentra Pelabuhan rakyat sebagian besar sudah tidak bekerja lagi. Contohnya di Juwana, Jawa Tengah sementara di Pelabuhan Tegal hanya melayani perbaikan dan perawatan kapal tidak terlihat lagi aktivitas bongkar muat.
Penyusutan jumlah armada Pelra sangat dipengaruhi kesulitan mendapatkan muatan. Pemilik kapal harus menunggu satu hingga dua bulan agar muatan penuh untuk menutup biaya pengangkutan. Di tengah kesulitan mencari muatan dan membengkaknya biaya operasional, BPH Migas menetapkan kuota minyak solar subsidi (Gas Oil) kapal rakyat dan perintis triwulan I tahun 2021. Ratusan kapal rakyat kelimpungan tidak lagi mendapat jatah solar subsidi. Ketetapan tersebut dianggap diskriminatif,
Pada triwulan IV tahun 2020 sebanyak 856 unit kapal rakyat masih mendapat fasilitas solar subsidi. Triwulan I tahun 2021 BPH Migas melalui surat keputusan No 59/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 menetapkan hanya 482 kapal saja, kuota 3.301kilo liter (KL). Sementara hasil verifikasi BPH Migas 18 November 2020 direkomendasikan 626 kapal laik menerima solar subsidi.
Keputusan tersebut sangat merugikan, pemerintah dianggap tidak berpihak dan menganaktirikan pelayaran tradisonal. Jauh sebelum program Tol Laut armada semut yang sarat kearifan lokal itu mempunyai andil besar. Mereka konsisten memasok kebutuhan logistik termasuk kebutuhan pokok masyarakat di wilayah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (T3P) yang tidak terjangkau kapal perintis dan kapal program Tol Laut lainnya.
Peran armada kapal rakyat sebagai subsistim Angkutan Laut Nasional diatur UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan ditetapkan Peraturan Presiden No 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual BBM. Sementara Permen Perhubungan No 93 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan angkutan Laut Nasional menyebutkan, antara lain, kegiatan operasional pelayaran rakyat mendapat BBM bersubsidi sesuai dengan kebutuhan Operasional Pelayaran (pasal 55 ayat 2.e.5). Pelayaran Rakyat mendapatkan perlakuan khusus sebagai pelayaran tradisional yang mendistribusikan logistik ke daerah serta ikut menjaga ketahanan dan pertahanan nasional.
Keputusan tersebut juga mengancam kelangsungan usaha Koperasi Kapal Rakyat (Kopelra) di sejumlah daerah yang mengandalkan jasa menyalurkan solar subsidi. Kopelra Surabaya melayani kapal trayek Surabaya-Bima misalnya, per kapal membutuhkan solar 3-4 ton per trip. Dari 61 kapal yang diusulkan hanya 25 kapal disetujui BPH Migas mendapat jatah solar subsidi.