Pendidikan Maritim Tenggelam di Ranah Bahari

Pendidikan Maritim Tenggelam di Ranah Bahari
Oki Lukito

Oleh Oki Lukito

Gagasan membentuk Departemen Eksplorasi Laut oleh Abdurrahman Wahid, Gerbang Mina Bahari versi Megawati dan Revitalisasi Maritim sektor perikanan gagasan Susilo Bambang Yudhoyono serta Poros Maritim dicanangkan Presiden Djoko Widodo, sejujurnya baru menyentuh permukaan belum pada kedalam lautan persoalannya.

Mereka belum mampu memobilisasi sumber daya nasional kekuatan maritim. Kita memerlukan presiden yang tidak cukup hanya mempunyai visi kelautan untuk mendapat dukungan penuh stakeholder guna menyukseskan program tersebut. Negara kepulauan ini memerlukan nakhoda andal dan cerdas untuk mengendalikan instrumen keadilan ekonomi.

“It takes a navy three years to build a ship, but it takes a nation three hundred years to build a tradition”, (Laksamana Cunningham). Bahwa untuk membangun masyarakat berbudaya maritim, dan mengubah budaya bertani memerlukan waktu 300 tahunan.

Lalu, bagaimana menyiasatinya agar ada percepatan pencapaian kembalinya Budaya Nusantara Bahari itu? Salah satu cara adalah dengan menjalankan Geostrategi jangka pendek melalui pendidikan berbasis budaya bahari. Undang Undang 32 tahun 2014 tentang Kelautan melahirkan Kebijakan Kelautan Indonesia (Ocean Policy). Salah satu dari tujuh pilar Kebijakan Kelautan adalah Budaya bahari. Akan tetapi sejak dicanangkan empat tahun lalu sama sekali belum disentuh oleh institusi pendidikan
Ironisnya, pendidikan kemaritiman dan kelautan yang menjadi karakter khas Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum pernah diajarkan di berbagai sekolah. Pendidikan kita masih berbasis agraris, atau kontinental.

Sehingga masyarakat maritim dari luar Jawa yang menempuh studi di Jawa diajarkan pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi di daerah asalnya.

Minat generasi muda menekuni pekerjaan atau usaha di bidang kelautan, maritim dan perikanan sangat kecil, hal itu lebih disebabkan minimnya pengetahun dasar di bidang tersebut. Padahal di tubuh mereka mengalir darah pelaut, tinggal di negara yang letak geografisnya strategis, diapit dua benua dan dua samudra serta berada di persimpangan jalur perdagangan dunia.

Sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang ke dua serta luas laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi yang merupakan dua pertiga luas wilayah negara, akan tetapi orientasi pendidikan dan pembangunan selama ini bertumpu ke darat (landbase oriented).

Seharusnya kita meniru Rusia, Korea Selatan, Cina atau Jepang mendirikan Universitas Kemaritiman untuk penguatan sumber daya manusia dan penunjang peningkatan penguasaan ilmu dan teknologi di bidang kelautan.

Pendidikan kemaritiman untuk mendukung penguatan kembali budaya dan potensi maritim sangatlah penting.

Keberadaannya merupakan manivestasi investasi jangka panjang yang dapat mengangkat citra sebagai bangsa bahari.
Menteri Pendidikan selain harus faham masalah teknis pendidikan, seyogyanya memahami idiologi, visi, tantangan dan ancaman bangsa. Disitulah pendidikan kemritiman menjadi penting. Pemahaman kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari mulai meredup seiring pudarnya Kerajaan Majapahit, disusul masuknya VOC pada tahun 1602 dan menjajah sampai dengan ratusan tahun, perlu ditanamkan kedalam samudra jiwa peserta didik.