Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi
Catatan Transparansi Akhir Tahun 2020
Dunia kelabu, dunai memprihatinkan, dunia diliputi ketakutan masaal akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Perpolitikan jungkir balik, kekuatan negara-negara adidaya atau super power mulai dilecehkan.
“Pemain baru” stok lama Iran dan Turki terua menebar ancaman dengan strategi penguatan komunitas Islam di dunia. Bahkan secara terbuka berani “melawan” Amerika dan sekutunya.
Perang saudara di Suriah dan Yaman masih berkecamuk, perang dingin dan main memanas Amerika dan Tiongkok masih terus berlanjut. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, itulah gambaran dunia saat ini. Trump Terjungkap dalam pemilihan umum Amerika Serikat, ancaman perang mulai bermunculan, walau hanya serpihan kecil.
Pemilihan umum presiden Amerika Serikat 2020 merupakan pemilihan presiden Amerika Serikat ke-59 yang diselenggarakan pada 3 November 2020. Calon dari Partai Demokrat, mantan wakil presiden Joe Biden dan senator petahana dari Kalifornia Kamala Harris mengalahkan calon dari Partai Republik. Presiden petahana Donald Trump dan wakil presiden Mike Pence.
Trump menjadi presiden pertama sejak 1992 dan petahana ke-11 dalam sejarah yang kalah untuk menjabat periode kedua. Selain itu, Biden memperoleh suara rakyat terbesar dalam pemilu yang melawan petahana sejak 1932. Pemilu ini juga mencatat rekor persentase kehadiran pemilih tertinggi sejak 1900, dengan kedua calon mendapatkan lebih dari 74 juta suara, melebihi rekor suara yang didapatkan Barack Obama yakni 69.5 juta suara ketika 2008.
Biden memperoleh lebih dari 81 juta suara, yang merupakan jumlah suara tertinggi sepanjang sejarah pemilu presiden AS.
Super Power Dunia
Pergeseran kekuatan ekonomi, sekaligus pengaruh politik internasional telah mengubah super power dunia persaingan dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Ketagangan yang masih berlanjut antarnegara adidaya, Tiongkok dengan Amerika Serikat (AS) memicu ketakutan Perang Dunia 3 di wilayah Laut China Selatan.
Beijing telah meluncurkan rudal jarak menengah ke Laut China Selatan sebagai peringatan keras kepada Amerika Serikat (AS), pada Rabu (26/8/2020).
Melansir Express pada Jumat (28/8/2020), tembakan rudal itu dilakukan Tiongkok sehari setelah mengatakan pesawat mata-mata U-2 AS memasuki zona larangan terbang tanpa izin.
Rudal tersebut diluncurkan menuju Kepulauan Paracel dan tenggara provinsi Hainan di selatan daratan Cina
Hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok, yang lebih sering dikenal sebagai hubungan AS-Tiongkok, atau hubungan Sino-AS, atau hubungan Sino-Amerika, mengacu pada hubungan internasional antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Kemitraan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, dimana masing-masing negara menganggap yang lain sebagai musuh potensial dan juga mitra ekonomi, telah digambarkan oleh para pemimpin dunia dan akademisi sebagai hubungan bilateral terpenting di dunia pada abad ini.
Hingga tahun 2017, Amerika Serikat merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar dan Tiongkok merupakan negara terbesar kedua, meskipun Tiongkok memiliki PDB yang lebih besar bila diukur oleh KKB. Padahal AS paling banyak memiliki kekayaan nasional.
Hubungan antara kedua negara pada umumnya stabil dengan beberapa periode konflik terbuka, terutama selama Perang Korea dan Perang Vietnam. Saat ini, Tingkok dan Amerika Serikat memiliki kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan bersama, yang tidak terbatas pada proliferasi senjata nuklir, walaupun ada kekhawatiran yang belum terselesaikan terkait dengan peran demokrasi di pemerintahan Tiongkok, serta hak asasi manusia di kedua negara tersebut. Tingkok adalah negara pemberi pinjaman asing terbesar di Amerika Serikat.
Kedua negara tetap berselisih mengenai masalah teritorial di Laut Cina Selatan.
Pendapat publik atas negara lain cenderung berubah-ubah sekitar 40 hingga 50 persen. Pada tahun 2015, opini publik Tingkok terhadap Amerika Serikat adalah 44%, sementara opini publik Amerika Serikat terhadap Tiongkok sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 38%.
Pendapat positif yang tercatat paling tinggi di Amerika Serikat adalah sebesar 58% (2010) dan terendah pada 38% (2007). Sebaliknya, pendapat Tingkok yang tercatat paling tinggi sebesar 52% (2006) dan terendah 35% (2014).
Hubungan AS dengan Tingkok dimulai dari pemerintahan George Washington, yang memimpin Perjanjian Wangxia 1984. Amerika Serikat bersekutu dengan Republik Tiongkok selama perang Pasifik, tetapi memutuskan hubungan dengan Tingkok selama 25 tahun; ketika pemerintah komunis mengambil alih, hingga kunjungan Richard Nixon pada tahun 1972 ke Tingkok. Sejak Nixon, setiap presiden AS berturut-turut melakukan perjalanan ke Tingkok. Hubungan AS dengan Tingkok telah tegang di bawah poros strategi Asia Barack Obama; di mana AS mendukung Jepang dalam sengketa Kepulauan Senkaku, seperti halnya ancaman Donald Trump yang menyatakan Tiongkok sebagai “manipulasi mata uang” sebagai bagian dari perang dagang potensial.
Pada bulan April 2017, perselisihan maritim yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan telah membuat hubungan tegang antara keduanya. Amerika telah melakukan kebebasan patroli navigasi di wilayah tersebut untuk menggarisbawahi posisi AS bahwa pulau buatan yang dibangun oleh Tingkok berada di perairan Internasional.
AS Ancam Turki-Rusia
Kepiawaian dan kecerdasan Turki memposisikan sebagai negara Islam, di antara kekuatan besar negara-negara eropa, ternyata menuai ancaman. Diketahui Turki dengan cerdas melakukan hubungan militer dengan Rusia.
Menteri luar negeri Turki, Mevlut Cavusoglu menyatakan,
mengecam ancaman sanksi lebih lanjut dari Amerika Serikat dan negara Barat terhadap Ankara atas kerja sama militernya dengan Rusia.
Turki menilai langkah AS dan sejumlah negara lainnya itu sebagai tindakan yang bertentangan dengan hak kedaulatan mereka.
Pernyataan itu disampaikan Cavusoglu saat bertemu dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov. Kedunya bersumpah untuk terus maju dengan memperkuat hubungan militer antara kedua negara seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (30/12/2020).
Kedua pejabat tinggi itu bertemu di kota resor Rusia Sochi untuk membahas masalah regional dan internasional menjelang pertemuan yang direncanakan antara presiden Vladimir Putin dan Recep Tayyip Erdogan di bawah Dewan Kerja Sama Rusia-Turki.
Sejumlah masalah bilateral yang dibahas termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dan pengembangan lebih lanjut pipa gas TurkStream.
Kerja sama militer dengan Ankara itu juga dipuji oleh Moskow meskipun ada sanksi dari AS di bawah Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA). Undang-undang tahun 2017 yang melarang ekspor industri pertahanan Rusia serta sanksi atas pembelian senjata oleh Turki dinilai sebagai upaya untuk mempromosikan kepentingan industri AS dengan bantuan metode yang tidak adil.
Brexit