KEDIRI (WartaTransparansi.com) — Tanah itu sudah puluhan tahun ditanami kebutuhan pokok. Tapi Jumat pagi, 18 Juli 2025, ketika majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri turun langsung ke lokasi, tak satu pun patok batas terlihat. Padahal, dalam sertipikat hak milik (SHM), seharusnya ada batas-batas hukum yang jelas.
Pemeriksaan setempat (PS) itu merupakan bagian dari perkara perdata nomor 39/Pdt.G/2025/PN.Gpr yang kini bergulir di PN Kabupaten Kediri. Di balik persidangan ini, tersimpan sengkarut panjang soal tanah warisan milik keluarga almarhum Todi Kromo dan Koinem, yang kini diduga berpindah tangan tanpa hak.
Tanah seluas tiga bidang itu kini bersertifikat atas nama orang lain: Sukani, Suliyanto, dan Imam Subari. Wawan Setiawan dan Matno, cucu pasangan almarhum, menjadi pihak penggugat dalam perkara ini.
“Dari tiga bidang, hanya dua yang disurvei. Yang satu lagi, atas nama Suliyanto, gagal diperiksa karena dokumen belum diberikan pihak desa,” ujar Wawan, Selasa 22 Juli 2025.
Wawan menuding, absennya dokumen dan ketidakhadiran kepala desa Blabak saat pemeriksaan memperkuat dugaan adanya upaya menutupi sesuatu. Pemerintah desa hanya mengirim kepala dusun dan bayan. Alasannya ada kegiatan di balai desa.
“Pihak pengadilan hadir empat orang, tergugat tiga orang. Tapi kepala desa malah absen,” kata Wawan.
Ia berharap fakta-fakta ini menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memberikan keputusan yang adil dan berpegang teguh kepada kebenaran, secara proporsional.
“Kami hanya ingin keadilan. Tanah itu milik kakek-nenek kami. Tidak pernah dijual, tidak dihibahkan. Tapi tiba-tiba bersertifikat atas nama orang lain,” ujarnya lirih.
Kejanggalan tak berhenti di situ. Pemeriksaan lapangan yang mestinya jadi penentu batas-batas fisik tanah, justru gagal memberikan kejelasan karena ketiadaan dokumen dan tanda batas.