SURABAYA (WartaTransparansi.com) – Kasus sengketa warisan kembali mencuat di Surabaya. Tan Lidyawati Gunawan, seorang ibu berusia 86 tahun, melayangkan gugatan perdata terhadap menantunya, NG Winaju, serta dua cucunya. Gugatan ini bermula dari uang titipan senilai Rp 3,3 miliar yang diduga digunakan untuk membeli rumah tanpa sepengetahuan dirinya.
Persoalan ini muncul setelah anak bungsu Lidyawati, Hengky Gunawan, meninggal dunia. Ia diduga pernah menerima titipan aset dari ibunya, termasuk lima sertifikat hak milik (SHM) dan sejumlah uang dalam bentuk rupiah serta dolar. Namun, setelah Hengky wafat, sang istri, Winaju, tidak mengakui adanya titipan tersebut.
“Ibu sudah berusaha meminta baik-baik, tetapi Winaju tetap bersikeras tidak mengakui,” kata Widianto Gunawan, anak kedua Lidyawati.
Kini, sang ibu memilih jalur hukum dengan harapan mendapatkan kembali aset yang diyakininya masih menjadi haknya.
Uang Titipan Rp 3,3 Miliar Diduga untuk Membeli Rumah
Menurut Kosdar, kuasa hukum Lidyawati, kliennya mempercayakan hartanya kepada Hengky karena merasa anak bungsunya itu paling dekat dengannya. Hengky sendiri dikenal sebagai pengusaha sukses pemilik diler Mobil 99.
“Karena itu, Bu Lidya menitipkan hartanya kepada anak bungsunya tersebut. Tidak ada bukti tertulis mengenai penitipan itu karena anaknya sendiri ibu percaya saja,” ujar Kosdar.
Salah satu aset yang dipermasalahkan adalah rumah di Jalan Sulawesi 51-53 yang disewakan ke sebuah diler vespa. Rumah tersebut disebut-sebut dibeli dengan harga Rp 8 miliar, dengan Rp 3,3 miliar berasal dari uang titipan sang ibu.
“Hengky dan Winaju pernah menyampaikan kepada partner bisnisnya bahwa rumah itu dibeli seharga Rp 8 miliar, yang Rp 3,3 miliarnya menggunakan uang titipan dari Bu Lidya,” lanjut Kosdar.
Tak hanya itu, ada juga dana titipan lainnya, seperti USD 50.000 yang diterima oleh Winaju dan uang sisa penjualan gudang di Jalan Sidodadi sebesar Rp 790,9 juta. Lidyawati juga mengklaim bahwa menantunya mengambil dan menjual mobil Daihatsu Sirion yang sebelumnya diberikan Hengky kepadanya.
Dulu Mengakui, Kini Mengingkari?