Terkait dengan tujuan kelima ini, Kementerian Agama melalui Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) sejak tahun 2015 telah menginisiasi penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah-daerah.
Hingga saat ini, ada 26 terjemah Al-Qur’an ke bahasa daerah Makassar, Kaili, Sasak, Minang, Dayak Kayanatn, Banyumasan, Toraja, Bolaang Mongondow, dan Batak Angkola (2015); Malayu Ambon, Bali, dan Banjar dan Lampung (2017); Bugis, Aceh dan Madura (2018); Rejang (2019). Osing (2022), dan Malayu Jambi, Tolaki, Cirebon, Gayo, dan Bima (2023).
Dalam penerjemahan ini, Kementerian Agama melibatkan akademisi, ahli tafsir, sarjana dan juga ahli bahasa daerah setempat dengan kualifikasi menguasai bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an, menguasai pengetahuan dasar Ulumul Qur’an dan Tafsir, menguasai bahasa dan budaya daerah yang menjadi sasaran terjemah.
Perkembangan selanjutnya, Kementerian Agama tidak hanya menerbitkan dan mencetak terjemah-terjemah tersebut secara terbatas, tetapi juga melakukan digitalisasi terjemah Al-Qur’an yang bisa diunduh di Play Store atau App Store, meskipun masih terbatas pada terjemah bahasa Melayu Palembang, Melayu Jambi, Mandar, Osing, Sunda dan Banyumasan.
Menurut data Etnologue, Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak, yakni 720. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya ada 71 bahasa daerah yang memiliki ketahanan untuk digunakan (durability). Jika Kemenag sudah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam 26 bahasa daerah, maka masih ada 45 bahasa daerah yang musti disasar.
Pertanyaan selanjutnya, seberapa efektif terjemah Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah bisa turut melestarikan bahasa daerah tersebut? Sejauh ini memang belum ada riset yang menjawab pertanyaan ini.
Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa rasanya tidak cukup diklaim sebagai instrument pelestari bahasa daerah selama terjemah Al-Qur’an itu tidak dimanfaatkan secara baik oleh penutur bahasa daerah tersebut.
Misalnya, penggunaan terjemah sebagai referensi pelajaran bahasa daerah atau kegiatan keagamaan, pembacaan (sari tilawah) terjemah Al-Qur’an bahasa daerah pada acara-acara resmi kedaerahan ataupun bentuk-bentuk kegiatan performasi lainnya sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan terjemah tersebut.
Tentu, dalam hal ini, diperlukan kerjasama-kerjasama dengan pihak lain seperti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dan juga pemerintah daerah untuk turut memfungsikan terjemah-terjemah Al-Qur’an tersebut sehingga tidak hanya sekadar menjadi pajangan dan warisan yang mati. Semoga. (*)





