Jarak sekolah baru dan sekolah yang sudah lama berdiri tidak teratur, realitasnya sekolah-sekolah lama menjadi kekurangan murid sementara syarat penyerapan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat normatif untuk tidak mengatakan menghimpit sekolah negeri.
Makna “merdeka belajar” idealnya tidak memasung pendidik dan lembaga pendidikan untuk memiliki kemerdekaan dalam mengimplementasikannya sesuai dengan ondisi setempat. Tanpa bermaksud berpikir skeptis terhadap program “merdeka belajar”.
Termasuk diberikan keleluasaan dalam mengakses anggaran untuk kemajuan pendidikan di sekolah. Kepmendiknas Nomor 44/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah tidak relevan karena tidak mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (masih berdasarkan UU Sisdiknas sebelumnya: UU Nomor 2 Tahun 1989 yang telah dicabut) dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Salah satu contoh norma yang sudah tidak relevan adalah komponen keanggotaan Komite Sekolah masih memasukkan unsur Guru dari sekolah yang bersangkutan.
Kehadiran Permendikbud No.75/2016 tentang Komite Sekolah ditujukan untuk:
(1) Optimalisasi tugas dan fungsi Komite Sekolah,
(2) Menghindari praktik pungli baik yang dilakukan Sekolah maupun Komite Sekolah,
(3) Melindungi masyarakat yang kurang mampu, dan (4)Perlunya transparansi alokasi anggaran dari Pemda/Pemerintah Pusat kepada sekolah dan akuntabilitas pertanggungjawaban penggalangan dana oleh Komite Sekolah. UU Sisdiknas Pasal 9 menyatakan “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan Sumber Daya dalam penyelenggaraan Pendidikan”.
Sementara Pasal 12 ayat (2) setiap Peserta Didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi Peserta Didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan tanggung Jawab Pendanaan Pasal 46 ayat (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Menjadi jelas bahwa Masyarakat memiliki kewajiban berpartisipasi aktif dalam hal pendanaan Pendidikan.
Saat ini yang harus fokus pada pengembangan menuju pendidikan yang maju, berkualitas dan memerdekakan di daerah adalah 4 Pilar Pendidikan yaitu Pemerintah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), Guru, Manajemen Sekolah dan Komite Sekolah. Guru disebut juga agent of knowledge.
Guru berkewajiban mentransformasikan nilai-nilai ilmu kepada muridnya sehingga dapat dipahami dengan baik serta dapat diterapkan dalam kehidupan murid. Guru mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik anak-anak mereka.
Guru harus menjadikan “profesinya” sebagai panggilan jiwa. Guru harus hadir di sekolah sebagai “profesional” Tidak ada lagi guru yang menghadapi muridnya dengan bekal “pas-pasan” karena pilihan sebagai guru atas sebuah alasan terpaksa. Harus segera diubah dari mindset “mengajar dan mendidik” adalah pekerjaan, ke “mengajar dan mendidik” adalah panggilan jiwa.
Komite sekolah harus hadir dengan komitmen. Komite Sekolah harus mampu mengakselerasikan fungsi pendamping dalam planning, organizing, actuating dan controlling. Kehadiran komite sekolah bukanlah “stempel atas kebijakan kepala sekolah”.
Komite Sekolah adalah menjalankan fungsi supervisi, pelaporan, evaluasi dan monitoring atas program kegiatan sekolah. Komite Sekolah sebagai wakil orang tua dan masyarakat pendidikan harus diapresiasi kehadirannya secara utuh.
Komite Sekolah adalah kawan seperjalanan bagi Guru, Manajemen Sekolah dan Pemerintah. Tidak ada lagi Komite Sekolah yang menyetujui RAPBS tanpa mengerti substansi perencanaan dan tidak mengikuti prosesnya. Selamat Hari Guru Nasional, terpujilah engkau. (*)
*) Penulis adalah Akademisi Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang dan Trainer Leaderships dan Diklat Kewirausahaan bersertifikat. (*)