Opini  

Menemukan Eksistensi Guru dan Komite Sekolah di Era Merdeka Belajar

Menemukan Eksistensi Guru dan Komite Sekolah di Era Merdeka Belajar
Muchamad Taufiq

Oleh : Dr. Muchamad Taufiq, S.H. M.H,.C.L.M.A

Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Setidaknya demikian kalimat indah bermakna yang terpateri dalam syair Lagu “Himne Guru”. Tema peringatan HGN tahun 2023 adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”.

Pesan penting Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim di era Merdeka Belajar adalah 4 capaian. Capaian itu adalah:

1) menerapkan Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional (2021).Tujuannya agar kita semua fokus menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan menyenangkan.

2) Kurikulum Merdeka (2022), Kurikulum Merdeka bertujuan meringankan beban murid dan memerdekakan guru untuk mengolah kreativitasnya dan berinovasi dalam mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan sesuai kebutuhan murid.

3) Pendidikan Guru Penggerak, program ini mendorong lahirnya generasi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah yang mampu memimpin perubahan nyata.

4) Satu juta guru ASN PPPK. Merdeka belajar bertujuan mewujudkan Pendidikan yang modern dan berkualitas maka harus berjalan sesuai ketentuan mulai dari pusat hingga ke pelosok desa.

Terkadang program yang sifatnya nasional belum dapat ditangkap secara baik dan benar ditataran hilir dan pelaksana. Program harus berjalan dengan sistematis, progress berdasar pengawasan di lapangan sehingga tujuan substantif tercapai. Karena seringkali pada tataran pelaksanaan justru berjalan tidak sesuai dengan harapan yang disebabkan berbagai kepentingan diluar aspek Pendidikan secara langsung.

Misalnya terjadinya mutasi guru penggerak sebelum waktunya, memutasi guru penggerak ke sekolah bukan penggerak, serta mengganti guru penggerak dengan bukan guru penggerak.

Kewajiban negara “mencerdaskan kehidupan bangsa” termaktub dalam staatsfundamentalnorm bangsa Indonesia. Disisi lain kewajiban pemerintah atas penyelenggaraan pendidikan tertuang dalam Pasal 31 ayat (3) UUD Negara RI Tahun1945, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.

Kewajiban pemerintah adalah mengikhtiarkan penyelenggaraan pendidikan dalam keadaan yang bagaimanapun. Negara tidak boleh abai terhadap pemenuhan kebutuhan Pendidikan dalam kondisi apapun. Merdeka belajar haruslah bermakna Merdeka sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan dengan tetap terukur melalui perangkat regulasi dan indikator dari pemerintah melalui kemendikbudristek.

Guru sebagai pilar utama Pendidikan harus memiliki mental self adaptif dalam menghadapi perubahan yang sifatnya percepatan. Dilema target capaian pembelajaran dengan kondisi tidak stabil merupakan ujian tersendiri bagi guru.

Himpitan ekonomi masyarakat juga berkorelasi langsung dengan pemenuhan kewajiban mereka kepada sekolah. Berbagai kondisi keterbatasan ini mungkin sangat dirasakan disemua Lembaga Pendidikan saat ini.

Keadaan inilah perlu bersama menghadirkan ruh merdeka belajar dalam diri pemangku kepentingan untuk senantiasa struggle for education.

Dapat dibayangkan ketika larangan melakukan pungutan/ sumbangan dari wali murid diterbitkan sementara pemerintah masih belum optimal memfasilitasi kebutuhan Pendidikan melalui sekolah, bukankah ini dilema? Sementara Masyarakat menginginkan Pendidikan berkemajuan dan berkualitas.

Disisi lain Masyarakat berkebutuhan juga membutuhkan akses Pendidikan yang layak dan sasarannya adalah bersekolah di unit pendidikan negeri.

Hal demikian justru akan mematikan perkembangan sekolah negeri (khususnya SD dan SMP) yang sangat merasakan dampaknya, meskipun SMA tidak jauh bedanya. Sementara berdirinya sekolah-sekolah swasta tak terbendung, fungsi pengawasan atas izin pendidirian sekolah baru tidak berfungsi maksimal.

Jarak sekolah baru dan sekolah yang sudah lama berdiri tidak teratur, realitasnya sekolah-sekolah lama menjadi kekurangan murid sementara syarat penyerapan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat normatif untuk tidak mengatakan menghimpit sekolah negeri.

Makna “merdeka belajar” idealnya tidak memasung pendidik dan lembaga pendidikan untuk memiliki kemerdekaan dalam mengimplementasikannya sesuai dengan ondisi setempat. Tanpa bermaksud berpikir skeptis terhadap program “merdeka belajar”.

Termasuk diberikan keleluasaan dalam mengakses anggaran untuk kemajuan pendidikan di sekolah. Kepmendiknas Nomor 44/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah tidak relevan karena tidak mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (masih berdasarkan UU Sisdiknas sebelumnya: UU Nomor 2 Tahun 1989 yang telah dicabut) dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Salah satu contoh norma yang sudah tidak relevan adalah komponen keanggotaan Komite Sekolah masih memasukkan unsur Guru dari sekolah yang bersangkutan.
Kehadiran Permendikbud No.75/2016 tentang Komite Sekolah ditujukan untuk:

(1) Optimalisasi tugas dan fungsi Komite Sekolah,

(2) Menghindari praktik pungli baik yang dilakukan Sekolah maupun Komite Sekolah,

(3) Melindungi masyarakat yang kurang mampu, dan (4)Perlunya transparansi alokasi anggaran dari Pemda/Pemerintah Pusat kepada sekolah dan akuntabilitas pertanggungjawaban penggalangan dana oleh Komite Sekolah. UU Sisdiknas Pasal 9 menyatakan “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan Sumber Daya dalam penyelenggaraan Pendidikan”.

Sementara Pasal 12 ayat (2) setiap Peserta Didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi Peserta Didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan tanggung Jawab Pendanaan Pasal 46 ayat (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Menjadi jelas bahwa Masyarakat memiliki kewajiban berpartisipasi aktif dalam hal pendanaan Pendidikan.

Saat ini yang harus fokus pada pengembangan menuju pendidikan yang maju, berkualitas dan memerdekakan di daerah adalah 4 Pilar Pendidikan yaitu Pemerintah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), Guru, Manajemen Sekolah dan Komite Sekolah. Guru disebut juga agent of knowledge.

Guru berkewajiban mentransformasikan nilai-nilai ilmu kepada muridnya sehingga dapat dipahami dengan baik serta dapat diterapkan dalam kehidupan murid. Guru mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik anak-anak mereka.

Guru harus menjadikan “profesinya” sebagai panggilan jiwa. Guru harus hadir di sekolah sebagai “profesional” Tidak ada lagi guru yang menghadapi muridnya dengan bekal “pas-pasan” karena pilihan sebagai guru atas sebuah alasan terpaksa. Harus segera diubah dari mindset “mengajar dan mendidik” adalah pekerjaan, ke “mengajar dan mendidik” adalah panggilan jiwa.

Komite sekolah harus hadir dengan komitmen. Komite Sekolah harus mampu mengakselerasikan fungsi pendamping dalam planning, organizing, actuating dan controlling. Kehadiran komite sekolah bukanlah “stempel atas kebijakan kepala sekolah”.

Komite Sekolah adalah menjalankan fungsi supervisi, pelaporan, evaluasi dan monitoring atas program kegiatan sekolah. Komite Sekolah sebagai wakil orang tua dan masyarakat pendidikan harus diapresiasi kehadirannya secara utuh.

Komite Sekolah adalah kawan seperjalanan bagi Guru, Manajemen Sekolah dan Pemerintah. Tidak ada lagi Komite Sekolah yang menyetujui RAPBS tanpa mengerti substansi perencanaan dan tidak mengikuti prosesnya. Selamat Hari Guru Nasional, terpujilah engkau. (*)

*) Penulis adalah Akademisi Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang dan Trainer Leaderships dan Diklat Kewirausahaan bersertifikat. (*)