Kamis, 30 November 2023
29 C
Surabaya
More
    OpiniMenjaga Etika Politik Pasca Penetapan Pasangan Capres-Cawapres

    Menjaga Etika Politik Pasca Penetapan Pasangan Capres-Cawapres

    Oleh : Dr. Muchamad Taufiq,S.H.,M.H.

    Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) telah menetapkan 3 (tiga) Pasangan Capres-Cawapres pada Pilpres 2024. Urutan pasangan Capres-Cawapres yang ditetapkan KPU adalah: Nomor 1 Anies-Muhaimin, Nomor 2 Prabowo-Gibran, dan Nomor 3 Ganjar-Mahfud. Penetapan ini mengakhiri polemik Putusan MKMK yang telah memberikan sanksi pencopotan Ketua MK dan sanksi etik kepada para hakim MK.

    Sebagaimana kita ketahui bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 mengubah syarat usia minimal capres-cawapres yang semula paling rendah 40 tahun menjadi paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Sementara dalam ketentuan Pasal 169 huruf q. UU Pemilu menyebutkan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”. Putusan MK dimaksud menyebabkann terbukanya kesempatan kepada Gibran untuk dapat maju sebagai Cawapres berpasangan dengan Prabowo.

    Mendasarkan pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menjabarkan sejumlah wewenang Mahkamah Konstitusi, salah satunya yaitu: mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Maka Putusan (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 secara otomatis mengikat Lembaga KPU untuk menetapkan Capres-Cawapres Pilpres 2024 dengan meloloskan 3 pasangan Capres-Cawapres, termasuk Pasangan Probowo-Gibran.

    Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hukum, maka penetapan KPU atas 3 Pasangan Capres-Cawapres harus mampu dijadikan jalan damai untuk mengikuti proses selanjutnya. Masyarakat tidak perlu lagi tenggelam dalam polemik lolosnya Gibran sebagai Cawapres Prabowo.

    Baca juga :  Menemukan Eksistensi Guru dan Komite Sekolah di Era Merdeka Belajar

    Apapun kondisinya, harus kita pandang bahwa fenomena Pilpres 2024 ditandai dengan kehadiran pemuda yang namanya Gibran dalam percaturan politik nasional. Kita harus siap menerima kehadiran Gibran-Gibran lain dimasa mendatang karena pintu emasnya telah terbuka sejak Pilpres 2024.
    Keikutsertaan pemuda (berusia belum 40 tahun) akan kita uji pada Pilpres 2024. Kehendak rakyat yang diwujudkan dengan penyaluran suara dalam Pilpres 2024 akan menjawab tuntas kemana arah aspirasi rakyat termasuk unsur Generasi Z didalamnya. Maka sikap terbaik yang bisa kita pilih adalah menyiapkan diri untuk menilai gagasan dan pikiran para Capres-Cawapres dalam memandu bangsa Indonesia menuju terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan bermartabat dan berwibawa dikancah perpolitikan internasional.

    Guna mewujudkan kehidupan demokrasi yang berkualitas dan bertabat maka dalam berpartisipasi politik, masyarakat wajib memahami etika politik. Etika politik yang perlu terus dikembangkan adalah Etika Politik Pancasila. Politik merupakan sebuah proses atau mekanisme. Dalam pendekatan ini, perilaku politis adalah perilaku yang memperlihatkan ciri-ciri tertentu dan karenanya dapat terjadi di setiap konteks sosial. Bangsa Indonesia telah memiliki sumber nilai karakter yaitu Pancasila. Nilai-nilai luhur Pancasila inilah yang harus menjadi pedoman hidup masyarakt dalam berdemokrasi, berbangsa dan bernegara.

    Baca juga :  Menemukan Eksistensi Guru dan Komite Sekolah di Era Merdeka Belajar

    Negara perlu terus mengembangakan nilai-nilai baik kewarganegaraan. Karena setiap generasi adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar mampu mengembangkan pribadinya untuk memiliki watak atau karakter yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional. Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang masih terus berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Meskipun demikian tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai pokok dari demokrasi konstitusional telah cukup tersirat dalam UUD NRI 1945 (Budiardjo: Dasar- Dasar Ilmu Politik, 2008).

    Menjelang Pilpres 2024 kita harus bertekad mencegah terjadinya krisis partisipasi politik rakyat. Penyebab rendahnya partisipasi politik tersebut adalah: Pendidikan yang rendah menyebabkan rakyat kurang aktif dalam melaksanakan partisipasi politik, Tingkat ekonomi rakyat yang rendah, dan Partisipasi politik rakyat. Karena itulah momen Pilpres 2024 harus dapat kita jadikan pembuktian bahwa masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi dalam berpolitik.

    Beberapa hal yang patut kita pedomani dalam menghadapi Pemilu 2024 antara lain: (1)Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)Demokrasi dengan Kecerdasan, (3)Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat, (4) Demokrasi dengan Rule of Law, (5)Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia.

    Baca juga :  Menemukan Eksistensi Guru dan Komite Sekolah di Era Merdeka Belajar

    Masyarakat perlu menyadari bahwa menyalurkan suara dalam pemilu haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri, masyarakat, negaranya dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai zat yang memberikan kehidupan. Sehingga berdemokrasi itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional. Puncaknya menyadari bahwa rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu.

    Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.

    Di sisi lain kekuasaan negara RI:

    (1) harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi yang manipulatif.

    (2) memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal belaka.

    (3) menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.

    (4) mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru memopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.

    Semoga Pilpres 2024 merupakan momen demokrasi yang mengakui hak asasi manusia. Bukan saja menghormati hak-hak asasi tersebut, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. Masyarakat cerdas, Indonesia hebat. (*)

    *) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang dan Anggota APHTN-HAN Jawa Timur

    Penulis : Dr. Muchamad Taufiq,S.H.,M.H.

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan