Oleh Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H, C.L.M.A
Memperingati Hari Pahlawan tidak dapat dilepaskan dari fenomena perlawanan “arek-arek Surabaya” pada 10 November 1945. Sering kali kita tenggelam pada bentuk perlawanan fisik dalam arti perang. Justru jarang kita menggali nilai-nilai luhur yang merupakan substansi dari perlawanan fisik. Terabaikan moral force yang merupakan roh dari sengitnya sebuah pertempuran.
Itulah sebenarnya Jiwa Semangat Nilai’45 (JSN). Memperingati Hari Pahlawan haruslah utuh dengan sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai luhur yang telah dicontohkan para pejuang terdahulu untuk kehidupan sekarang.
Seandainya masyarakat Indonesia berkomitmen meneladani JSN’45, niscaya tidak akan terjadi carut-marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara pada tahun politik seperti sekarang. Minimnya keteladanan dan liarnya relasi hubungan antar individu menggores karakter-karakter luhur yang diwariskan para pejuang dahulu sehingga tenggelam dan tidak berlaku lagi. Pahlawan selalu berpikir dan berdiskusi bagaimana Indonesia Merdeka. Mereka tidak berpikir nantinya memperoleh apa dari perjuangannya. Tidak terlintas dalam akal pikirannya tentang siapa yang akan menikmati kemerdekaan dikemudian hari.
Tema Hari Pahlawan Nasional kali ini adalah “Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan”. Tema ini dimaksudkan untuk menjadikan semangat para pahlawan sebagai inspirasi dalam memerangi kemiskinan dengan menciptakan kesetaraan, lapangan pekerjaan, serta menginspirasi generasi bangsa untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak. Serta dalam memerangi kebodohan dengan meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa melalui pengetahuan dan literasi.
Substansi Hari Pahlawan adalah tumbuhnya kesadaran diri untuk bangkit dari kemisikinan. Kemiskinan yang dimaksudkan tidak saja bermakna ekonomi, namun harus dimaknai pula miskin karakter dan moral dalam semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara memerangi kebodohan haruslah diartikan kemampuan untuk bangkit mendapat ilmu pengetahuan yang layak karena knowledge is power. Dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan, eksistensi kehadiran negara haruslah nyata dengan berbagai kebijaksanaannya yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Khususnya Masyarakat yang rentan untuk mengakses aspek perekonomian dan pendidikan haruslah terlindungi.
Kegaduhan pada Mahkamah Konstitusi adalah efek Era disruptif yang merambah segala bidang, termasuk bidang hukum. Era disruptif akan mengganggu perpspektif masyarakat terhadap hukum. Hukum dan segala perangkatnya akan menjadi tidak sakral dengan datangnya serangan distruption. Legislatif dan eksekutif di negeri ini akan kesulitan membendung pengaruh distruption.
Masyarakat akan mudah mengakses segala sesuatu terkait produk hukum dan akan merespons sangat kritis jika terdapat kelambatan dalam pelayanan informasi hukum yang memadai bagi masyarakat. Seandainya saja JSN’45 yang didalamnya memuat kejujuran dan kedisiplinan dijadikan pedoman dalam berprilaku, niscaya semua sengkarut masalah tidak akan terjadi.