Opini  

Pahlawan Tidak Berjuang Untuk Dirinya Sendiri

Pahlawan Tidak Berjuang Untuk Dirinya Sendiri

Saat ini siapapun dengan mudah menuduh dan menjadikannya konsumsi publik sehingga tidak jarang memantik silang pendapat dan membelah persepsi masyarakat. Etika komunikasi melalui media sosial terabaikan seiring dengan biasnya berbagai proses hukum dimata masyarakat. Kita menjadi ingat pesan Jayabaya yaitu “saiki jaman edan yen ora edan ora kedumen” artinya zamannya sudah gila jika tidak ikut gila tidak kebagian. Namun kalimat itu sebenarnya masih ada lanjutannya sebagai saran yaitu “nanging isih untung kang ora melu edan yaiku wong kang waspada ati-ati lan nastiti” artinya masih beruntung bagi orang yang tidak ikut gila karena dia waspada dan berhati-hati.

Mungkin benar fenomena yang terjadi menurut Jayabaya bahwa “Sing culika mulya, sing jujur kojur” atau menurut Ronggowarsito “Wong jujur bakal ajur” namun dengan mewarisi semangat juang melalui Hari Pahlawan bahwa kejujuran pasti akan membawa kebaikan. Segenap anak bangsa hendaknya berkomitmen menjadi satu orang yang jujur guna menambah jumlah orang yang sudah jujur untuk menuju Indonesia “kencono rusmini” 2045.

Ir, Soekarno pernah menyampaikan kata mutiaranya, “Menaklukkan ribuan manusia mungkin tidak disebut pemenang, tapi bisa menaklukkan diri sendiri disebut penakluk yang brilian!” dan “Belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya, tapi berpikir tanpa belajar sangat berbahaya!”. Kalimat indah penuh makna ini, patutlah kita renungkan saat ini. Bahwa evaluasi diri adalah hal penting dalam menyongsong masa depan bangsa serta peluang kita dalam ikut mengisi kemerdekaan setelah 78 tahun merdeka. Sudah waktunya kita meluruskan kembali niat dalam berbangsa dan bernegara. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa tidak akan pernah ada keberhasilan tanpa perjuangan, tidak akan ada perjuangan tanpa persatuan dan kesatuan.

“Pertahankan kemerdekaannya sebulat-bulatnya. Sejengkal tanah pun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita pertahankan habis-habisan. Meskipun kita tidak gentar akan gertakan lawan itu, tetapi kita pun harus selalu siap sedia” inilah pesan-pesan heroik Jenderal Sudirman.

Pahlawan bangsa telah mewariskan semangat persatuan kesatuan, rela berkorban, tanpa pamrih, dan Cinta Tanah Air Indonesia. Berjuang bersama tanpa pamrih dalam mengusir penjajah itulah semangat juang 45. Nilai-nilai kejuangan itu tetap relevan di era globalisasi dan disruptif ini untuk membangun segala sesuatu yang dicita-citakan, yaitu memberantas keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Dewasa ini perjuangan harus dimaknai menegakkan kehidupan bersama yang jujur, melawan korupsi dan ketidakadilan harus dijadikan semangat bersama dalam upaya membangun nation and character building. Nilai-nilai juang‟45 di tengah- tengah kehidupan yang semakin komplit dan kompleks saat ini terasa kehilangan makna.

Peringatan untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang telah menyerahkan jiwa-raga demi kejayaan bangsa, hampir tidak lagi menarik minat anak bangsa.

Kita harus mampu mengambil makna dari sebuah peringatan Hari Pahlawan. Pidato heroik Bung Tomo di radio pada saat pertempuran menghadapi Inggris di Surabaya bulan November 1945 “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga.”. Pesan moralnya adalah semangat pantang menyerah terhadap keadaan dan komitmen terhadap kebenaran dan kejujuran disegala bidang kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (*)

*) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang,
Anggota APHTN-HAN Jawa Timur,
Pengajar Kewarganegaraan & Pancasila.