banner 728x90
Opini  

Meneladani Santri, Menggugat Santri, Mengharap Santri

Meneladani Santri, Menggugat Santri, Mengharap Santri
Komut Media Koran Transparansi Djoko Tetuko Abd Latief

Mengingat : a. bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang yang datang dan berada disini telah banyak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang mengganggu ketenteraman umum. b. bahwa semua jang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah disini maka dibeberapa tempat telah terdjadi pertempuran jang mengorbankan beberapa banyak djiwa manusia. c. bahwa pertempuran 2 itu sebagian besar telah dilakukan oleh Ummat Islam jang merasa wadjib menurut hukum Agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya. d. bahwa didalam menghadapi sekalian kedjadian 2 itu perlu mendapat perintah dan tuntunan jang njata dari Pemerintah Republik Indonesia jang sesuai dengan kedjadian-kedjadian tersebut.

Memutuskan : 1. memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan jang njata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannya.

2. supaja memerintahkan melandjutkan perdjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Resolusi jihad merupakan fatwa yang berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah yang masih berada di Indonesia.

Fatwa resolusi jihad itu bermula pada tanggal 17 September 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad di kalangan kiai dan santri pesantren, untuk melawan para penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Fatwa itu kemudian melahirkan Resolusi Jihad yang disepakati dalam rapat di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945.

Mengapa meneladani santri?karena santri sudah investasi dunia akhirat untuk negeri ini, tanpa mau menjual harga diri apalagi sekedar diberi sepotong roti dan sesuap nasi iming-iming menjadi pejabat tinggi.

Mengapa menggugat santri? Hari hari ini, terlalu banyak santri bermain main politik petak umpet, memamerkan sebagai santri hanya untuk pencitraan sejati, guna mengincar kedudukan lebih tinggi, dan harta benda seperti menteri dari hasil tidak suci, terus mengalir seperti tidak pernah mati.

Mengapa mengharap santri? Masih banyak santri sejati, di alam penuh dengan puja puji dan mudah memainkan korupsi karena permainan para “santri” di berbagai aktifitas milik negeri, masih ada santri sejati dengan hati nurani memilih menjadi penyelamat negeri dengan tanpa mau diseret seret ke urusan politik kekinian dengan embel-embel kurang terpuji.

Mengapa? Berharap, mengharap, menjadikan harapan kepada santri sejati, karena sesungguhnya santri sejati adalah bagian ibadah tertinggi, mengingat para santri sejati memang sepanjang hidup mereka selalu mengabdi kepada Ilahi Robbi. Mereka selalu menjaga martabat umat dengan keilmuan dan keikhlasan dalam mengabdian. Bukan jual beli pasukan berbayar sekedar memanjakan keindahan dunia nan fana.

Potret santri sejati adalah mereka dengan selalu; (1). tawadhu (rendah diri), (2). patuh kepada kedua orangtua, (3). takdim dengan guru, (4). berakhlakul Karimah
Jujur, sopan santun, berkata lembut. (5). mendirikan sholat. (6). membaca dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. (7). punya aqidah kuat dan menjaga dengan sungguh-sungguh. (8). mencintai agama, negara dan bangsa. (9). memiliki dan menyebarkan ilmu yang manfaat.

Masih adakah potret santri sejati di jaman ini? Di negeri penuh pat gulioat ini? Di negeri bumi pertiwi seperti surga mini? Di negeri dengan ribuan bahkan jutaan santri mengaji tiada henti. Jika masih ada pantaslah meneladani, menggugat, dan mengharap, agar Indonesia hingga akhir dunia tetaplah Indonesia dengan tetenger “Gemah Ripoh Lho Jinawi”. Tatanan masyarakat dan wilayah subur makmur. Hingga suasana kebatinan “Toto Tentrem Kerto Raharjo”menggambarkan keadaan bermasyarakat tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan. (*)