Sabtu, 14 September 2024
25 C
Surabaya
More
    OpiniMeneladani Santri, Menggugat Santri, Mengharap Santri

    Meneladani Santri, Menggugat Santri, Mengharap Santri

    Oleh Djoko Tetuko

    Ketika memperingati Hari Santri Nasional ke-8 tahun 2023, kita patut meneladani santri dalam mewakafkan jiwa juga raga kepada negara dan bangsa, dalam menenun kebangsaan dengan suasana bermasyarakat penuh damai, tentram, aman dan sejahtera.

    Ketika memperingati Hari Santri Nasional tahun ke-8 pada tahun politik, di ujung percaturan politik kian memanas, saling memproklamirkan kekuatan dan kekuasaan, juga saling jegal, semua kita patut menggugat santri dalam menjaga kemaslahatan dan kemanfaatan dalam berbangsa dan bernegara, tercabik cabik hanya karena perebutan kekuasaan kursi Presiden dan Wakil Presiden. Ke manakah para santri?

    Ketika memperingati Hari Santri Nasional tahun ke-8 tahun 2023, dan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah genap tiga calon. Semua kita patut mengharap kepada santri benar-benar menjadi pengawal demokrasi karena hati nurani, bukan semata mata karena iri hati, mengumbar gengsi, apalagi dengki. Juga menggadaikan demokrasi karena sepotong uang politisi dengan membiarkan korupsi para politisi karena sesuap nasi.

    Seperti diketahui pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Kamis (19/10/2023). Selanjutnya, pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, setelah diumumkan Minggu (22/10/2023) malam, di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rabu (25/10/2023) akan mendaftar ke KPU RI.

    Sejarah mencatat, ketika Surabaya mendapat predikat sebagai Hari Pahlawan, berpuluh puluh tahun sejarah itu selalu “diam” tidak menceritakan tentang cikal bakal pergolakan kepahlawanan “Arek-Arek Suroboyo” dengan semboyan “Merdeka atau Mati” melawan pasukan Sekutu, dengan kekuatan utama pasukan perang Ingris bersama bala tentara Gurga (Pakistan dan India) serta Belanda turut membonceng, ingin menjajah kembali Indoensia, setelah atas nama pendiri bangsa dan negara Soekarno-Hatta, memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

    Di balik pergolakan sekaligus perlawanan begitu nekad dan dahsyat, ialah ketika Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari bersama sejumlah ulama mencetuskan Resolusi Jihad. Dan hadiah terbesar atas upaya memurnikan kembali sejarah gilang gemilang itu, Pemerintah melalui
    Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Hal itu dilakukan melalui penandatanganan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri pada 15 Oktober 2015.

    Keputusan presiden tersebut sebagaimana dikutip dari NU Online didasari tiga pertimbangan. Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengisi kemerdekaan.

    Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, perlu ditetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober.

    Ketiga, tanggal 22 Oktober tersebut diperingati merujuk pada ditetapkannya seruan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia yang mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan penjajah

    Isi Resolusi Jihad Pada tanggal 21-22 Oktober 1945.
    “Resolusi N.U. Tentang Djihad fi Sabilillah BISMILLAHIRRACMANIR ROCHIM” Resolusi : Rapat besar Wakil-Wakil Daerah (Konsul 2) Perhimpunan NAHDLATOEL OELAMA seluruh Djawa- Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di SURABAJA.

    Mendengar : Bahwa di tiap-tiap Daerah di seluruh Djawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan Alim Oelama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

    Menimbang : a. bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap 2 orang Islam. b. bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.

    Mengingat : a. bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang yang datang dan berada disini telah banyak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang mengganggu ketenteraman umum. b. bahwa semua jang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah disini maka dibeberapa tempat telah terdjadi pertempuran jang mengorbankan beberapa banyak djiwa manusia. c. bahwa pertempuran 2 itu sebagian besar telah dilakukan oleh Ummat Islam jang merasa wadjib menurut hukum Agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya. d. bahwa didalam menghadapi sekalian kedjadian 2 itu perlu mendapat perintah dan tuntunan jang njata dari Pemerintah Republik Indonesia jang sesuai dengan kedjadian-kedjadian tersebut.

    Memutuskan : 1. memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan jang njata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannya.

    2. supaja memerintahkan melandjutkan perdjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

    Resolusi jihad merupakan fatwa yang berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah yang masih berada di Indonesia.

    Fatwa resolusi jihad itu bermula pada tanggal 17 September 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad di kalangan kiai dan santri pesantren, untuk melawan para penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

    Fatwa itu kemudian melahirkan Resolusi Jihad yang disepakati dalam rapat di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945.

    Mengapa meneladani santri?karena santri sudah investasi dunia akhirat untuk negeri ini, tanpa mau menjual harga diri apalagi sekedar diberi sepotong roti dan sesuap nasi iming-iming menjadi pejabat tinggi.

    Mengapa menggugat santri? Hari hari ini, terlalu banyak santri bermain main politik petak umpet, memamerkan sebagai santri hanya untuk pencitraan sejati, guna mengincar kedudukan lebih tinggi, dan harta benda seperti menteri dari hasil tidak suci, terus mengalir seperti tidak pernah mati.

    Mengapa mengharap santri? Masih banyak santri sejati, di alam penuh dengan puja puji dan mudah memainkan korupsi karena permainan para “santri” di berbagai aktifitas milik negeri, masih ada santri sejati dengan hati nurani memilih menjadi penyelamat negeri dengan tanpa mau diseret seret ke urusan politik kekinian dengan embel-embel kurang terpuji.

    Mengapa? Berharap, mengharap, menjadikan harapan kepada santri sejati, karena sesungguhnya santri sejati adalah bagian ibadah tertinggi, mengingat para santri sejati memang sepanjang hidup mereka selalu mengabdi kepada Ilahi Robbi. Mereka selalu menjaga martabat umat dengan keilmuan dan keikhlasan dalam mengabdian. Bukan jual beli pasukan berbayar sekedar memanjakan keindahan dunia nan fana.

    Potret santri sejati adalah mereka dengan selalu; (1). tawadhu (rendah diri), (2). patuh kepada kedua orangtua, (3). takdim dengan guru, (4). berakhlakul Karimah
    Jujur, sopan santun, berkata lembut. (5). mendirikan sholat. (6). membaca dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. (7). punya aqidah kuat dan menjaga dengan sungguh-sungguh. (8). mencintai agama, negara dan bangsa. (9). memiliki dan menyebarkan ilmu yang manfaat.

    Masih adakah potret santri sejati di jaman ini? Di negeri penuh pat gulioat ini? Di negeri bumi pertiwi seperti surga mini? Di negeri dengan ribuan bahkan jutaan santri mengaji tiada henti. Jika masih ada pantaslah meneladani, menggugat, dan mengharap, agar Indonesia hingga akhir dunia tetaplah Indonesia dengan tetenger “Gemah Ripoh Lho Jinawi”. Tatanan masyarakat dan wilayah subur makmur. Hingga suasana kebatinan “Toto Tentrem Kerto Raharjo”menggambarkan keadaan bermasyarakat tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan. (*)

    Sumber : WartaTransparansi.com

    COPYRIGHT © 2023 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan