KH Masrihan Asy’ari, ulama kondang dari Mojokerto ketika memberikan ceramah pada Gebyar Maulid bersama Force (Forum Remaja Celep), Jumat (13/10) menyampaikan bahwa ada hadits menyatakan bahwa pada jaman akhir, di belahan wilayah sebelah timur Makkah, umat Islamnya begitu mencintai Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wassalam, kecintaan terhadap Rasululloh itu sudah menjadi tradisi atau kebiasaan.
Salah seorang Habib, Senin dini hari. (16/10) pada acara pembacaan Rotibul Alawiyah dan Maulid Haqqul Yaqin menceritakan bahwa peringatan Maulid atau maulud (mulud, Jawa) diperingati dengan keyakinan membangkitkan semangat umat Islam ketika perang Salib, pada saat Sultan Salahuddin Alayubi mengajak pasukannya yang sudah tidak berdaya dan kehilangan semangat. Setelah membaca sholawat pada saat berdiri, tiba-tiba semangat seluruh pasukan bangkit dan seperti segar bugar kembali, sehat dan kuat juga menjadi terhormat. Sehingga mampu menembus benteng pertahanan lawan setelah beberapa kali gagal melakukan .
Kecintaan mayoritas umat Islam di Indonesia, hampir di seluruh negeri setiap hari selalu membaca sholawat baik dalam kegiatan rutin sebelum sholat (pujian, membaca sholawat, syair, kalimat-kalimat mengandung makna ibadah), serta mentradisikan membaca sholawat diba’, sholawat burdah, juga berbagai sholawat dengan sentuhan sangat menghentakkan hati. Sehingga mencapai derajat kecintaan sejati dengan wujud begitu menikmati dan memberi arti dalam kehidupan sehari-hari.
Sholawat bukan hanya dibaca, ditradisikan secara rutin, diucapkan dalam berbagai aktifitas, tetapi sudah menjadi kebutuhan dengan keyakinan akan mampu memberikan ketenangan sekaligus memberikan jalan kedamaian di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga pembacaan sholawat pada acara maulid maupun sholawat lain sudah merasuk dalam tulang sumsum kehidupan sehari hari.
Sebagaimana makna cinta, menurut
Imam Ghazali, Sang Hujatul Islam dalam karya fenomenal, Ihya Ulumiddin, mengungkapkan cinta merupakan kecenderungan tabiat kepada sesuatu, disebabkan sesuatu itu mempunyai nikmat. Setiap kali kenikmatan sesuatu bertambah, maka semakin besar pula cinta kepada sesuatu itu.
Rasa cinta terhadap sesuatu, dalam pandangan Imam Ghazali biasanya diperoleh berdasarkan kenikmatan yang dirasakan oleh panca indera (misalnya penglihatan dan pendengaran). Oleh Karena itu, di balik sesuatu yang ditangkap oleh panca indera, maka terdapat sesuatu yang dicintai dan dinikmati.
Namun, hakikat cinta yang sejati, dalam kontrmplasi Imam Ghazali adalah kenikmatan cinta yang berasal dari penglihatan non fisik (batin), yakni kenikmatan hati. Kenikmatan hati yang disebabkan telah mengetahui perkara-perkara ilahiah yang mulia dan tidak dapat ditangkap oleh panca indera merupakan sesuatu yang lebih mulia, lebih sempurna, dan lebih besar kenikmatannya.
Kenikmatan itu dalam pembacaan sholawat mampu menembus batas karena kecintaan dan kenikmatan. Sehingga meskipun siapa saja tidak sezaman, dan tidak pernah bertemu dengan Nabi Muhammad, para sahabatnya, para pemimpin mazhab fikih, atau kalangan salafus shaleh, bukan berarti tidak bisa mendapatkan kenikmatan untuk mencintainya. Justru, meskipun mereka tidak bisa ditangkap dengan panca indera, kenikmatan untuk mencintainya akan tetap diperoleh, yakni melalui kebaikan-kebaikan, sifat-sifat, serta ajaran-ajarannya.
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, mayoritas umat Islam begitu mencintai Baginda Rasulullah SAW, maka berbagai aktifitas sholawat atas Nabi Besar Muhammad, terutama pada bulan kelahiran dimeriahkan begitu gegap gempita, dari pelosok kampung sampai acara resmi kenegaraan dirayakan sebagai peringatan hari besar nasional.