Warga yang berprofesi sebagai nelayan tidak dapat bekerja mencari ikan dan kerang ke laut, lantaran perahu mereka tidak dapat melewati sungai yang telah dipenuhi enceng gondok. Pun demikian dengan bau busuk yang menyengat,apalagi saat musim penghujan secara otomatis empat desa itu akan terendam air banjir dari luapan sungai wrati. Belum lagi dengan rusaknya ekosistem sungai berimbas pada sumur resapan warga yang tidak dapat lagi dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari khususnya untuk memasak. Warga diempat desa untuk memenuhi kebutuhan air bersih harus membeli air bersih untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Harga per jurigen Rp.2500, rata-rata satu keluarga membutuhkan 5 sampai 6 jurigen,”terang Ki Demang sapaan akrabnya.
Saat ditanya awak media, apakah sudah melaporkan ke instansi terkait akan permasalahan tersebut. Ia menjawab dengan tegas,
“kami perwakilan warga telah beberapa kali melakukan rapat dengan instansi terkait, perwakilan perusahan dan jajaran muspika beji yang dimediatori oleh Camat Beji. Namun tidak ada ujungnya alias tidak menemukan upaya untuk membersihkan sungai tersebut. Dalam rapat malah membahas struktur Tim Terpadu DAS Wrati Sinergi. Padahal maksud dan tujuan dalam rapat yakni sesegera mungkin pihak terkait turun tangan bersama-sama membersihkan sungai, agar tidak ada gejolak di tataran masyarakat bawah,seperti yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Intinya kami ingin segera mungkin melakukan pembersihan sungai, sebelum musim penghujan tiba. Jika tidak dilakukan pembersihan, maka dapat dipastikan desa kami utama akan terendam banjir,”pungkas Henry.
Dari pantuan WartaTransparansi.com, pemasangan spanduk/banner surat terbuka pada Presiden sempat menjadi tontonan warga dan pengemudi kendaraan bermotor yang melalui jalur pantura tersebut. Tak sedikit warga dan pengendara yang mengacungkan jempol pada warga yang memasang baliho. (*)