Sepanjang nilai-nilai luhur seperti nilai religius/keagamaan, nilai gotong royong, nilai musyawarah dan nilai keadilan yang merupakan warisan nilai kebangsaan menjadi guiden moral maka segala keputusan yang ditelurkan dapat dipastikan akan melindungi segenap bangsa Indonesia.
Titik menariknya Perpres No.141/2014 adalah berkaitan dengan boleh atau tidaknya spesifikasi kendaraan 2000 cc keatas mengonsumsi pertalite, apalagi wacana pembatasan itu semakin hari mendekati spesifikasi kendaraan 1400/ 1500 cc. Pembatasan spesifikasi itu pasti menimbulkan efek perekonomian di masyarakat meskipun disisi lain pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan telah menyiapkan tambahan bantalan social sebesar Rp 24,17 triliun sekaligus mengalihkan subsidi BBM agar tepat sasaran.
Rencana kebijakan pemerintah berkaitan dengan pengalihan subsidi BBM itu harus mendapatkan jaminan berkaitan dengan “tepat sasaran” khususnya pada tataran implementasi di lapangan. Setidaknya terdapat beberapa hal pokok jika berkaitan dengan istilah tepat sasaran bagi program pemerintah yaitu : 1) kepastian, 2) keadilan, dan 3) Manfaat.
Berbicara aspek kepastian maka semua regulasi terkait pengalihan subsidi BBM harus jelas dan tidak multi tafsir, terintegrasi regulasinya, saling menguatkan normanya dan tidak tumpeng tindih eksistensinya.
Sehingga apa yang dimaksudkan oleh pemerintah pusat dapat terlaksana sama maksudnya pada tataran pemerintah provinsi hingga pemerintahan desa/ kelurahan bahkan sampai tingkat RT. Hal ini menjadi penting karena yang akan sangat merasakan dampaknya adalah masyarakat calon penerima bantuan.
Tentunya kevalidan data penerima BLT harus linier seiring dengan kebijakan yang akan diterbitkan pemerintah. Karena kendala dilapangan yang sering terjadi adalah ketika sasaran itu tidak tepat, jawaban semua pihak hanyalah menyerah karena data tertulis berbeda dengan fakta di lapangan.
Aspek keadilan yang harus dijaga adalah siapa yang berhak menerima atau tidak berhak menerima. Perkembangan tingkat perekonomian masyarakat sangat cepat pada kondisi demikian. Terkadang data tersaji sudah berbeda seiring dengan waktu. Maka pemerintah perlu menyiapkan kebijakan yang didukung regulasi untuk menyelesaikan hal-hal berkaitan dengan data dan kenyataan di lapangan saat itu. Sehingga aspek keadilan ini dapat terpenuhi.
Sementara aspek manfaat adalah puncak target dari setiap program pemerintah. Manfaatnya harus bisa dirasakan oleh pihak yang sesuai dengan amanat “sasaran”. Maka aspek manfaat ini tentunya untuk masyarakat yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan berdasarkan keadilan.
Jika demikian kita menjadi ingat terdapat 3 karakter yang harus dihindari oleh bangsa Indonesia yang pernah mengalami masa penjajahan cukup lama yaitu : 1) minder, 2) suka menerobos, dan 3) hipokrit. Kita harus mampu menghindari dengan sekuat tenaga 3 karakter diatas. Mari membiasakan diri berani menyampaikan sesuatu apa adanya berdasar kebenaran data tanpa harus malu.
Menyadarkan diri kita untuk tertib dan disiplin terhadap sesuatu bukan karena terpaksa atau dipaksa. Wajib bagi kita untuk membiasakan diri menyatukan kata dan perbuatan. Budaya luhur bangsa kita adalah luar biasa. (*)
*) Penulis adalah Dosen ITB Widya Gama Lumajang