Senjata Nuklir Ekonomi

Senjata Nuklir Ekonomi
ILUSTRASI : Kegiatan Ekonomi di Pelabuhan

Oleh Laksamana Sukardi

Dalam zaman globalisasi dan teknologi, senjata ekonomi menjadi semakin ampuh untuk melumpuhkan ekonomi suatu negara, karena globalisasi ekonomi telah membuat ketergantungan ekonomi suatu negara terhadap ekonomi global.
Kemajuan teknologi, telah merajut saling ketergantungan dan membuat sebuah negara akan sangat mudah hancur jika lepas dari rajutan tersebut. Siapa yang menghancurkan siapa? Tentu sebuah pertanyaan yang ada pada benak kita.

Yang digdaya adalah kelompok negara yang menguasai teknologi dan yang rentan adalah negara pengguna teknologi tetapi tidak mengontrol teknologi tersebut.
Salah satu contohnya adalah system teknologi keuangan internasional yang disebut SWIFT (Society Worlwide Interbank Financial Telecommunication) yang merupakan pintu bagi perbankan terhadap transaksi keuangan internasional. SWIFT berfungsi sebagai clearing house, sistim pembayaran dan informasi keuangan lainnya. Tanpa keanggotaan SWIFT pada sebuah bank, maka fungsi intermediasi bank tersebut akan hilang dan bank menjadi tidak berfungsi.

Yang paling mutakhir adalah teknologi dibidang e-comerce yang telah menghancurkan keberadaan lembaga intermediasi komersial seperti pedagang retail, agen perjalanan, bioskop, televisi dan segala kehidupan social yang telah dikuasai oleh pemilik teknologi tersebut.

Dengan demikian hampir setiap aspek kehidupan masyarakat dari suatu negara akan dikontrol oleh negara lain yang menguasai teknologi. Oleh karena itu seperti yang kita lihat dalam peperangan di Ukraina, Amerika dan negara Uni Eropa telah menggunakan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi ekonomi ini sebenarnya adalah merupakan bukti kedigdayaan teknologi.

Pemblokiran keanggotaan perbankan Rusia dari sistim SWIFT, terbukti merupakan kekuatan mematikan. Oleh karena itu, SWIFT sekarang disebut sebagai “Senjata Nuklir Ekonomi”. Akibatnya tidak hanya perbankan Rusia yang tidak berfungsi, mata uang Ruble Rusia pun kehilangan fungsi sebagai alat tukar barang dan jasa. Rusia dipaksa mundur seperti menuju zaman sebelum ada komputer, bahkan mundur kezaman yang tidak ada sistim keuangan dan perbankan. Perdagangan hanya bisa dilakukan dengan tukar guling atau imbal beli barang!

Dana cadangan Bank Sentral Rusia dan dana milik oligark serta warga negara Rusia diluar negri telah terblokir secara otomatis.
Apakah ada negara yang mampu menangkal Senjata Nuklir Ekonomi tersebut?

Kenyataannya sangat sulit, apalagi integrasi ekonomi global, telah membuat saling ketergantungan antar negara semakin tinggi, baik dari sisi perdagangan terbuka maupun dari arus dana investasi yang bergerak secara bebas.

Tidak ada negara yang mampu menangkal senjata nuklir ekonomi tersebut, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi banyak negara didunia untuk bergabung dan menempuh strategi bagaimana memaksimalkan keuntungan ekonomis (rente ekonomi) dari sistim tersebut, walaupun ekonominya akan menjadi semakin rentan.

Suatu negara akan mampu menahan serangan senjata ekonomi tersebut jika negara tersebut mampu mengurangi ketergantungan dari pasar global dan ketergantungan dari teknologi yang dikuasai negara lain. Namun negara ersebut harus memiliki paling tidak lima syarat sebagai berikut: Geografi yang luas; Sumber kekayaan alam, energi dan mineral (untuk ketahanan energi dan bahan baku industri); Keaneka-ragaman hayati (untuk ketahanan sandang dan pangan); Jumlah penduduk yang cukup besar (untuk menciptakan sumber manusia berdaya dan pasar domestic yang besar); Tidak lagi mempertentangkan ideologi dasar dan konstitusi negara (untuk jaminan stabilitas internal).

Dengan memilik faktor tersebut, maka suatu negara akan mampu meminimalisas ketergantungan terhadap ekonomi global, yaitu dengan menciptakan ekonomi berdasarkan kekuatan permintaan didalam negeri (domestic-demand) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan memiliki ketersediaan suplai bahan baku bagi kebutuhan kegiatan ekonomi dari dalam negeri (energi, sandang, pangan dan papan).

Ada beberapa negara didunia yang memiliki kelima faktor tersebut diatas secara significan, yaitu Amerika, Tiongkok, Brasil dan Indonesia.

Amerika seperti kita ketahui telah memiliki dan mengontrol teknologi global, sedangkanTiongkok merupakan negara yang sedang berupaya untuk melepaskan diri dari kontrol teknologi global. Negara lainnya menempuh strategi untuk ikut meningkatkan keuntungan ekonomis dari teknologi global dan berpartisipasi turut bergabung memperkuat teknologi tersebut.

Upaya Tiongkok tersebut dapat dilihat dari gigihnya mereka membangun jaringan infrastruktur dalam negeri untuk meningkatkan mobilitas ekonomi. Gencarnya pembangunan infrastruktur pelabuhan, airport, jalan toll, kereta api cepat dan jaringan internet yang sangat penting bagi efisiensi ekonomi dan logistik nasional, merupakan bukti sebagai persiapan untuk peningkatan daya tahan ekonomi.

Dibidang teknologi e-comerce, Tiongkok tidak menjual eco-system (pasar media sosial domestic) kepada Facebook, Whatsap, Google, Amazon, Grab dll yang tidak dikontrol oleh mereka. Tiongkok berpendirian bahwa “eco-system” adalah hak kedaulatan yang tidak dilepas dan tidak boleh dikontrol oleh negara lain.

Dalam memegang prinsip seperti ini mereka bahkan membatalkan rencana ratusan milyar dollar go-public group ANTS yang dimiliki oleh Jack Ma pendiri Ali Baba.
Pemerintah China juga melakukan pembersihan (crack down) kepada perusahaan teknologi berbasis applikasi yang melantai di Bursa Saham New York. Salah satunya adalah “Didi” aplikasi taxi online.

Untuk itu, china bekerja keras membangun teknologi mandiri untuk “eco-system” domestic seperti Baidu (pengganti Google), WeChat (pengganti Whatsap), Ali Baba dibidang e-commerce dan ewallet dan lain lain yang semuanya adalah dikembangkan dan dikontrol oleh pemerintah Tiongkon. Intinya mereka menganggap “our ecco-system is not for sale!”

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang juga memiliki kelima faktor tersebut? Jangan keburu sumringah! Karena kelima hal tersebut hanya merupakan bahan baku atau ingredients yang masih harus dimasak dan dikelola dengan resep yang tepat.
Jika salah resep dan salah masak, maka bahan bahan tersebut tidak akan berfungsi secara efektip bahkan bisa menjadi mubazir dan dimasak oleh orang lain.

Dalam jangka panjang, pembangunan Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki lima faktor tersebut, harus diarahkan kepada prioritas penguataan daya tahan energi, daya tahan pangan dan memaksimalkan mata rantai industry domestik (domestic supply chain) yang meminimalisasi ketergantungan terhadap perdagangan internasional utamanya impor barang dan jasa.