Oleh Oki Lukito
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) pasca merger mempunyai sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) salah satunya memfungsikan secara maksimal pelabuhan yang idle capacity. Hal tersebut seyogyanya dilakukan dalam upaya turut serta memacu kinerja program Tol Laut. Program ini penting bagi efektivitas dan efisiensi layanan distribusi logistik di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan menghilangkan disparitas harga antarwilayah.
Pelindo yang mempunyai core business terminal operator sangat relevan melaksanakan Perpres No. 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (T3P) yang salah satu goalnya menghilangkan disparitas harga.
Fakta yang terjadi harga barang naik setelah keluar dari pelabuhan sampai di grosir dan akan lebih mahal lagi sampai retail. Disparitas harga cukup tajam terjadi khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI), antaralain disebabkan kondisi ekonomi wilayahnya dan transportasi yang belum menyatu.
Salah satu penyebabnya adalah banyaknya variable cost setelah barang keluar dari pelabuhan
Yang harus diperhatikan bukan hanya transportasinya, tetapi juga perkembangan ekonomi dan petumbuhan wilayahnya itu sendiri. Pelindo pasca merger bisa memaksimalkan fungsi pelabuhan untuk menciptakan efisiensi bukan hanya di internal perusahaan. Fasilitas yang ada di pelabuhan Pelindo umumnya sudah cukup memenuhi kebutuhan, seperti kolam labuh, dermaga, jasa pandu, pergudangan, peralatan bongkar muat, lahan penumpukan barang. Akan tetapi sarana pergudangan sebagai pendukung kegiatan bongkar-muat telah beralih fungsi.
Seiring perubahan perilaku pengguna jasa, pelaku usaha lebih banyak menggunakan pola penyimpanan nonpermanent (truck loosing). Fungsi gudang tereduksi, dan fasilitas idle ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan BUMN lainnya.
Sejujurnya program Tol Laut sejak dicangkan tahun 2015 belum dapat mencapai tujuan penurunan atau penghilangan disparitas harga barang sesuai dengan yang diharapkan. Proses angkutan atau distribusi barang memang lancar, namun kelancaraan itu belum berpengaruh signifikan terhadap kesetaraan harga barang.
Tol Laut tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri untuk menopang pertumbuhan di KTI dan penurunan disparitas harga, diperlukan sinergi. Menjadikan pelabuhan sebagai Port and Trading Market adalah formula yang tepat mendampingi program Tol Laut untuk capaian kesetaraan harga komoditas.
Sebagai referensi Kementerian Perhubungan tahun ini menambah empat trayek baru Tol Laut di Indonesia Timur menjadi 30 trayek. Rute ini melibatkan 106 pelabuhan, terdiri atas sembilan pelabuhan pangkal dan 97 pelabuhan singgah. Indonesia memiliki 3.089 pelabuhan, 103 pelabuhan diantaranya dikelola oleh Pelindo.
Sebanyak 934 pelabuhan dikelola Kementerian Perhubungan dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) sedangkan 2.052 pelabuhan sebagai Terminal Untuk Dikelola Sendiri (TUKS).