Opini  

Ketika Media Dituntut Ramah Penyandang Disabilitas

Ketika Media Dituntut Ramah Penyandang Disabilitas
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

Oleh Djoko Tetuko – Pemimpin Redaksi WartaTransparansi

Focus Group Discassion (FGD) keempat Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Penyandang Disabilitas (PPRPD), Senin (25/1/2021) telah sepakat membentuk tim perumus. Tetapi masih belum mampu memilih prioritas dalam keikutsertaan media secara lebih khusus.

Dalam FGD virtual tersebut dengan agenda membahas draft PPRPD, dan memang masih tersusun sebatas kulit-kulitnya saja. Tetapi justru belum mewakili bahasa dan karakter wartawan dan media, yaitu “to The point”.
Sehingga masih hampir sama dengan pedoman pemberitaan umum.

Mengacu pada
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, sebagaimana pada angka 1 draft PPRPD, maka fokus pembahasan pada
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik, dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif.

Kemudian peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab perusahaan pers dan wartawan sebagai ujung tombak dalam memfasilitasi pemberitaan bagi penyandang disabilitas
sesuai dengan nafas UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Diketahui dalam ketentuan umum;
(1) Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
(2). Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
(3). Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
(4). Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
(5). Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

Dari ketentuan umum diatas bahwa dapat diambil satu kesimpulan bahwa bagimana menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi kepada para penyandang disabilitas.

Pasal 3 UU Pers menegaskan bahwa;
(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2)Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4 UU Pers sebagai penguatan menyebarluaskan gagasan dan informasi kepada para penyandang disabilitas, sebagimana sudah jelas dan tegas;
(1)Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2)Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3)Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4)Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5 UU Pers memberikan ruang dan waktu menghormati norma-norma agama, sebagai para penyandang disabilitas adalah peneguhan tentang keimanan bahwa semua ciptaan Allah SWT mendapat hak yang sama dalam memperoleh informasi, sebagaimana termaktub bahwa;
(1)Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2)Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3)Pers wajib melayani Hak Koreksi.

Pasal 6 UU Pers memberikan garansi dalam melaksanakan peranan terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan, bahwa;
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a.memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b.menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
c.mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d.melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
c.memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Sementara itu, konsideran UU No 8/2016 menyatakan bahwa;
(1). Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat;

(2). sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas;

(3). untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang- undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya; bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:(1). Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

(2). Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.

(3). Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.

(4). Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.

(5). Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.

6. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi, melaksanakan, dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.

(7). Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan Penyandang Disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok Penyandang Disabilitas yang tangguh dan mandiri.

(8). Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan.

(9). Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.

(10). Alat Bantu adalah benda yang berfungsi membantu kemandirian Penyandang Disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

(11). Alat Bantu Kesehatan adalah benda yang berfungsi mengoptimalkan fungsi anggota tubuh Penyandang Disabilitas berdasarkan rekomendasi dari tenaga medis.

(12). Konsesi adalah segala bentuk potongan biaya yang diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang kepada Penyandang Disabilitas berdasarkan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(13). Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.