Oleh : MIKE NURWIDYANTI, S.Pi, MP
Dampak wabah virus corona (Covid-19) tidak hanya merugikan sisi kesehatan, namun juga mempengaruhi perekonomian negara-negara di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Ekonomi global dipastikan melambat, menyusul penetapan dari WHO yang menyebutkan wabah corona sebagai pandemic yang mempengaruhi dunia usaha.
Indonesia mengonfirmasi kasus pertama infeksi virus corona penyebab Covid-19 pada awal Maret 2020, hampir seluruh sector terdampak bukan hanya kesehatan. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Sebelumnya, pada kuartal I 2020, BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen, turun jauh dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama 2019 lalu (Kompas.com, 2020).
Direktur Jenderal Pajak Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo mengungkapkan tiga dampak besar pandemic Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia sehingga masuk dalam masa krisis.
Dampak pertama adalah membuat konsumsi rumah tangga atau daya beli yang menopang 60 persen perekonomian turun cukup signifikan. Dampak kedua yaitu pandemic menimbulkan ketidakpastian yang berkepanjangan sehingga investasi ikut melemah dan berimplikasi pada terhentinya usaha.
Dampak ketiga adalah seluruh dunia mengalami pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor Indonesia ke berbagai Negara juga terhenti (Republika.co.id, 2020).
Pada 30 Maret 2020 silam, presiden Jokowi mengumumkan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu, pemerintah pusat juga menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk melakukan social distancing dan physical distancing. Yaitu anjuran menjaga jarak ketika berinteraksi dengan orang lain.
Adanya PSBB menyebabkan menurunnya produktivitas kerja sector informal (UMKM) yang bergerak di sector pangan, sehingga pendapatan rumah tangga menurun dan memungkinkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat.
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi.
Pertanian sebagai kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia yang paling krusial memiliki tantangan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat selama pandemi. Padahal sector pertanian sendiri terkena dampak ekonomi kurang baik.
Menurunnya pendapatan rumah tangga mengakibatkan menurun pula daya belinya. Masyarakat menjadi lebih selektif dalam membelanjakan uangnya dengan lebih memprioritaskan membeli kebutuhan pangan yang bersifat primer (pokok).
Sinergi yang baik antara pemerintah, masyarakat, akademisi dan seluruh stake holder untuk menjaga kestabilan pemenuhan kebutuhan pangan dan rantai pasokan bahan pangan sangatlah diperlukan.
Penguatan create supply bahan pangan menjadi tugas yang tidak mudah bagi pemerintah diantara pilihan untuk mengutamakan peningkatan kesehatan masyarakat atau mencegah munculnya krisis pangan karena terganggunya jalur distribusi dan penurunan daya beli masyarakat.
Meskipun sulit, tetap harus dilakukan langkah konkrit untuk menjaga ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat khususnya di sector informal yang akan berpengaruh signifikan terhadap ketahan pangan dan ekonomi secara nasional.
Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
Pengertian ketahanan pangan tidak lepas dari UU no. 18/2012 tentang pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, produktif secara berkelanjutan.
Organisasi pertanian dan pangan PBB (FAO) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai sebuah kondisi dimana semua masyarakat dapat memperoleh pangan yang aman dan bergizi untuk dapat hidup secara sehat dan aktif (Hanafie, 2010 dalam Syarief R. dkk, 2017).
Lebih lanjut diuraikan strategi yang dibutuhkan dalam rangka mendukung ketahana pangan nasional adalah :
*Pemberdayaan ketahanan pangan pada tingkat rumah tanggaPengembangan sistem dan usaha agribisnis
*Mewujudkan kebersamaan antara masyarakat sebagai pelaku dan pemerintah sebagai fasilitator
* Pemantapan koordinasi dan sinkronisasi pihak-pihak terkait perencanaan, kebijakan, pembinaan dan pengendalian.
Berdasarkan World Food Summit (1996), ketahanan pangan terjadi saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan yang aman dan bergizi dengan cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Hal ini dapat diidentifikasi dari empat indikator, yaitu :
*Cukup ketersediaan pangan secara fisik
*Mudahnya akses secara ekonomi dan fisik untuk mendapatkan bahan pangan
*Pemanfaatan bahan pangan
*Stabilitas dari ketiga indikator diatas (Wartaekonomi.co.id, 2020)
Biro Perencanaan Kementerian Petanian dalam bulletin yang berjudul “ Perencanaan Pembangunan Pertanian”, dipublikasikan pada April 2020 menjelaskan kemungkinan akan terjadi penyusutan pertumbuhan ekonomi pada sector pertanian akibat pandemic Covid-19. Praduga adanya penyusutan pertumbuhan ekonomi pertanian merupakan hasil analisis berdasarkan tiga skenario situasi yang mungkin terjadi.
Skenario yang pertama yaitu hanya terjadi guncangan produktivitas tenaga kerja (labor productivity shock) yang menyebabkan turunnya produktivitas kerja (dapat bekerja namun tidak optimal) sebesar 1,4% selama tahun 2020.
Skenario yang kedua terjadi guncangan total factor produktivitas (total factor productivity shock) yang menyebabkan gangguan saluran distribusi, penyediaan input produksi, dan sarana prasarana produksi lainnya. Scenario kedua juga menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi global sebesar 1,5%.
Skenario ketiga yaitu adanya guncangan perdagangan (trade shock) yang menyebabkan gangguan perdagangan internasional sehingga biaya perdangan meningkat hampir 5% dan biaya pertumbuhan ekonomi turun menjadi 1,0 – 1,5% (kompasiana.com, 2020)
Memang dibandingkan dengan krisis sebelumnya, kali ini sektor UMKM paling terdampak.
Bahkan telah memaksa pemerintah menggelontorkan stimulus jarring pengaman sosial sekitar Rp 600 triliun. Harga yang relatif mahal untuk sebuah komitmen dan keberpihakan pemerintah kepada UMKM, agar mampu bangkit dari keterpurukan, dan berperan kembali sebagai penyangga ekonomi nasional seperti dulu.
Inilah harga yang harus diambil agar ekonomi terus bertahan dan tidak colaps terimbas krisis. Jadi tidaklah berlebihan, jika upaya jibaku pemerintah harus diimbangi dengan kemampuan produksi dalam negeri. Sudah saatnya UMKM dan koperasi mengambil alih roda perekonomian nasional dan wajib create supply.
Produk domestik apa yang mendesak dilakukan create supply? Pastinya produk yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Beberapa alasan yang patut diperhatikan mengapa sector pangan memerlukan perhatian lebih khususnya dalam hal create supply antara laian :
Pertama, FAO telah memberikan peringatan akan ancaman krisis pangan dunia. Banyak negara mulai membatasi ekspor pangan, serta lebih mengutamakan kebutuhan dalam negerinya.
Kedua, ketahanan pangan merupakan isu strategis di setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Berdasarkan peringkat Global Food Safety Initiative (GSFI), Indonesia masih kalah dari Singapura. Padahal Indonesia memiliki luasan lahan ekonomi produktif yang lebih besar dibandingkan Singapura.
Ketiga, negara yang sejahtera jika ketahanan pangannya terpenuhi. UU No 32 Tahun 2004 menjelaskan tugas utama Pemerintah Pusat mengatur kebijakan nasional dalam masalah pertanian dan ketahanan pangan, alokasi biaya dan fasilitasi, sedangkan Pemerintah Daerah menerapkan kebijakan nasional dan leluasa dalam menetapkan prioritas pembangunan masing-masing. UU No 32 Tahun 2004 diperkuat dengan PP No 3 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah.
Ini semakin mempertegas pernyataan yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan parameter keadaan ekonomi suatu negara.
Menyikapi hal tersebut penguatan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga mendesak untuk segera dilakukan. Antara lain :
Tidak melakukan panic buying ( membeli secara berlebihan ) terutama untuk bahan pangan yang daya simpannya pendek (perishable)
Memprioritaskan membeli bahan pangan pada petani atau produsen kecil secara langsung. Sehingga petani mendapatkan harga yang lebih baik, demikian juga dengan konsumen.
Diversifikasi pangan dalam keluarga. Misal mengganti beras dengan sumber karbohidrat lain seperti kentang, umbi-umbian, jagung dan lain-lain.
Pemanfaatan lahan pekarangan dan strategi urban farming yang sedang marak dilakukan oleh masyarakat sejak mereka harus banyak stay at home. Urban farming (pemanfaatan lahan sempit) di perkotaan bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, anatara lain :
Hidroponik. Menanam aneka sayuran yang berumur pendek dengan media air. Nutrisi makanan didapatkan dari pupuk organic cair yang dilarukan dalam air sebagai media tanam.
Aquaponik. Metode budidaya tanaman dan ikan yang dilakukan dalam satu tempat tertentu. Jenis ikan yang dibudidayakan biasanya adalah ikan lele, sedangkan sayuran yang sering ditanam dalam sistem aquaponik adalah kangkung, pkcoy, bayam.
KRPL, kawasan rumah pangan lestari. Budidaya tanaman umur pendek yang dilakukan di halaman rumah dengan menggunakan polibag. Biasanya polibag diletakkan dalam rak kayu yang dibentik bertingkat (bersusun) sehingga tidak memerlukan lahan yang luas dalam proses budidayanya.
Microgreens. Menanam tanaman sayur, yang dipanen saat umur tanaman masih muda yaitu 7-14 hari setelah tanam. Pada umur tersebut kandungan gizi tanaman berada pada titik optimal, nutrisinya 30% lebih tinggi dari tanaman dewasa.
Ketahanan pangan di masa pandemi akan terwujud jika semua stake holder bisa bekerjasama dengan baik. Pemerintah, perusahaan, masyarakat harus mempunyai tujuan yang sama untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.
Gerakan bela dan beli produk lokal makin gencar dilakukan, memanfaatkan lahan pekarangan dengan optimal, diversifikasi menu keluarga adalah beberapa hal yang bisa dilakukan segera. Jika ketahan pangan rymah tangga telah terwujud maka akan berdampak positif pada ketahanan pangan secara nasional. Ketahanan pangan nasional akan mempunyai korelasi yang positif dengan ketahanan ekonomi Negara.