Opini  

Pernikahan Sesama Keluarga Miskin dan Kemiskinan Struktural

Pernikahan Sesama Keluarga Miskin dan Kemiskinan Struktural

Memecahkan masalah kemiskinan struktural ini sebenarnya senafas dengan Nawacita Jokowi. Contohnya, langkah Jokowi bagi-bagi tanah bisa dipandang sebagai upaya memecah lingkaran kemiskinan struktural. Salah satu gembok kemiskinan struktural itu adalah ketimpangan dalam penguasaan alat produksi.

Petani tidak cukup memiliki alat produksi berupa tanah. Tanpa kepemilikan tanah, seumur-umur dan turun temurun jadi buruh tani. Maksimal petani penggarap. Tapi jika mereka diberi tanah, mereka akan jadi petani pemilik. Dengan kepemilikan tanah itu diharapkan mereka survive untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan stuktural.

Muhadjir menganjurkan agar keluarga kaya mau menikah dengan keluarga miskin. Hal ini hanya salah satu cara untuk memecah belenggu kemiskian struktural. Tidak cukup dengan pola konvensional misalnya membantu keluarga miskin dengan BLT, kredit murah, bansos.

Pandangan Muhadjr ini berada dalam bingkai tajdid (pembaruan) Muhammadiyah, di mana Muhadjir dibesarkan sampai menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dua periode. Menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 4 periode.

Dia meniti jejak KH Achmad Dahlan yang menerjemahkan secara kontekstual Quran Surah Al Maun ayat 3. (“Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”). Dalam pemahaman tekstual, memberi makan orang miskin itu ya memberi beras atau nasi siap makan.

Tapi Kiai Dahlan malah dengan cara mendirikan sekolah. Kenapa? Karena yang dihadapi adalah kemiskian struktural. Banyak variabelnya dan saling mengait. Mereka miskin karea bodoh, sikap mental yang pasrah, tidak punya alat produksi, system politik yang menindas dan lain-lain.

Mereka dididik untuk memiliki kemampuan menguasai alat produksi. Memahami hakikat dan perjuangan hidup. Hakikat manusia merdeka. Ibaratnya, mereka tidak diberi ikan tapi diberi ilmu pengetahuan dan ketrampilan cara menangkap ikan dan mengembangkannya.

NABI IBRAHIM

Anjuran Muhadjir juga memiliki landasan referensi historis yang sangat kuat. Nabi Ibrahim menikahi Hajar, seorang budak miskin. Bisa jadi di era itu, Ibrahim yang kaya raya dianggap anomali, bahkan mungkin hina secara sosial. Melawan tradisi perkawinan pada batasan strata sosial.

Allah membalas perjuangan Ibrahim menjebol tradisi itu dengan memberikan seorang anak dari pernikahan mereka yaitu seorang istimewa bernama Ismail yang kemudian diangkat menjadi Rasul.

Allah juga memuliakan Hajar dengan menjadikan satu-satunya manusia yang kuburnya berada di samping Ka’bah (Ali Syariati dalam bukunya Haji). Jejak Hajar ditapaktilas umat muslimin setiap melakukan umrah dan haji dengan melakukan Sya’i, lari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah.

Khalifah Umar bin Khattab menikahkan anaknya, Ashim dengan seorang gadis miskin penjual susu. Dari pernikahan mereka menurunkan cucu, Umar bin Abdul Azis, Khalifah terbaik Bani Umayyah.

Jika keluarga kaya menikah dengan kekuarga miskin dengan misi tambahan untuk memutus rantai kemiskinan itu bisa dimasukkan dalam bingkai “Khairun nas anfauhum lin-nas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain)”.

Rabbi a’lam (Tuhan yang paling mengetahui).

Anwar Hudijono, wartawan senior.