ANDE-ANDE LUMUT VS KLETING ABANG DI PILWALI SURABAYA

ANDE-ANDE LUMUT VS KLETING ABANG DI PILWALI SURABAYA
Dhimam Abror

Bola panas ada di kaki Machfud. Dia tidak boleh salah pilih atau salah tendang. Akibatnya bisa fatal. Sementara ini, dari delapan putri yang ikut unggah-unggahi, Machfud Si Ande-Ande Lumut masih belum menemukan pilihan yang meyakinkan, Kleting Biru, Kleting Putih, Kleting Kuning, masih bingung.

Si Kleting Merah PDIP juga tak kalah bingung. Calon-calon yang tersedia tidak cukup meyakinkan. Whisnu Sakti Buana yang paling siap dan sekaligus paling ambisius, masih belum cukup meyakinkan para petinggi puncak PDIP.

Eri Cahyadi yang konon dikader oleh Walikota Tri Rismaharini, sampai sekarang masih malu-malu kucing. Dia tidak mendaftar dalam seleksi bakal calon yang digelar PDIP, dan masih belum mundur dari pekerjaannya sebagai ASN, seperti yang disyaratkan undang-undang. Ketergantungan Eri kepada Risma bisa jadi akan mengurangi elektabilitasnya karena dianggap tidak mandiri.

Calon cadangan yang disebut-sebut adalah Puti Guntur Soekarno. Tapi kelihatannya Puti tidak terlalu tertarik untuk berjudi dengan mengorbankan posisinya di DPR RI. Apalagi dia sudah pernah merasakan pahitnya kekalahan di pilgub Jatim, 2019.

PDIP bisa saja akan mengambil langkah alternatif misalnya menggabungkan Whisnu dengan Eri. Tapi, Risma tidak akan rela mewariskan Surabaya kepada Whisnu.

Langkah emergeny harus disiapkan oleh PDIP. Stok yang tersedia dari kader internal adalah Armuji dan Baktiono. Dari kader di luar struktur ada Sutjipto Joe Angga yang belum banyak disebut, tapi tidak berarti tidak punya potensi.

Armuji dan Baktiono belum layak menjadi L1. Pilihan alternatif adalah kuda hitam Sutjipto Joe Angga. Sebagai pengusaha senior, Angga punya visi pembangunan Panca Solusi yang cukup realistis.

Potensi elektoral Angga bisa muncul dari pemilih Tionghwa dan pemilih Nasrani yang jumlahnya bisa mencapai kisaran 200 sampai 300 ribu, dan selama ini loyal kepada PDIP.

Angga punya jaringan cukup kuat di DPP PDIP. Di level Surabaya ia tidak masuk dalam faksi-faksi PDIP yang berseberangan. Angga malah sering didiskreditkan sebagai bukan kader. Tapi ia sudah membuktikan keanggotaannya di PDIP.

Yang menjadi faktor lemah dari Angga adalah logistik. Sampai sekarang gerakannya masih belum terlihat di permukaan. Tapi, melihat pergaulannya yang luas dan luwes di kalangan pengusaha Tionghwa Surabaya dan nasional, problem logistik bisa diatasi kalau pencalonan sudah jelas.

Di antara pilihan-pilihan yang ada Angga bisa menjadi “primus inter pares”, yang terbaik di antara yang tersedia.

Angga belum banyak dilihat, tapi dia mengintip. Dalam politik tidak ada yang mustahil. Semua serba mungkin. (*)