Jumat, 1 Desember 2023
27 C
Surabaya
More
    OpiniPojok TransparansiPancasila dalam Perspektif Agama

    Pancasila dalam Perspektif Agama

    Oleh : Nuriyah Maslahah (WartaTransparansi.com)

    Hari ini 1 Juni 2020, insyaAllah tahun kedua mulai diberlakukan libur nasional Hari Lahir Pancasila. Itu berarti bangsa dan negara Indonesia semakin memahami bahwa semua aktifitas dalam menjaga martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia mendasarkan kelima sila.

    Kehidupan bangsa dan negara Indonesia, ternyata sejak kejayaan Kerajaan Majapahit, tercatat 2 kitab -menurut keyakinan agama waktu itu- sudah menuangkan istilah Pancasila, walaupun tidak menyatakan langsung sebagai pegangan hidup jaman itu, tetapi sebagai penguatan sebuah keyakinan.

    Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Negarakertagama karangan dari Mpu Prapanca (1365) disebutkan bahwa di dalamnya terdapat istilah Pancasila, diartikan sebagai lima perintah yang berisi lima larangan, yakni sebagai berikut:
    1). Dilarang melakukan kekerasan.
    2). Dilarang mencuri.
    3). Dilarang berjiwa dengki.
    4). Dilarang berbohong.
    5). Dilarang mabuk karena minuman keras.

    Selain itu, istilah Pancasila juga termaktub dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular yang ditulis pada zaman Majapahit (abad ke-14). Dari dua kitab itu menunjukkan bahwa pedoman kehidupan di Nusantara ini sudah ada sejak abad ke-12.

    Pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar negara Republik Indonesia sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan berkat rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal itu berarti semua atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

    Pada penguatan Pancasila sebagai dasar negara, maka para pakar memberikan beberapa ayat Al-Qur’an terkait dengan kelima sila, dan itu merupakan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam proses ketika mengesahkan Pancasila, kehidupan masa kini dan masa depan, dalam persfektif agama

    Beberapa ayat terkait dengan Pancasila;
    Sila Pertama: ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ itu diambil dari inti sari surat al-Ikhlas. Arti surat al-Ikhlas ayat 1-4 yaitu; “1. Katakanlah; ‘Dia-lah Allah, yang Maha Esa, 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia’.

    Sila Kedua: ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ diambil dari inti sari Surat an-Nisa ayat 135. Terjemahan ayat ini yaitu; “Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu-bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan”.

    Sila Ketiga: ‘Persatuan Indonesia’ diambil dari al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13. Terjemahanya yaitu: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Dasar inilah para pendiri menjadikan Indonesia sebagai negara bangsa, bukan negara Islam. Apakah masih ragu dengan konsep kenegaraan Indonesia?.

    Sila Keempat: ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’ sila ini diambil dari nilai al-Qur’an surat As-Syuro ayat 38. Terjemahan ayat ini yaitu: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabb-Nya, dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki, yang Kami berikan kepada mereka”. Jadi, konsep musyawarah untuk mufakat dalam negeri ini berdasarkan ayat ini.

    Sila Kelima: ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ sila ini juga diambil dari al-Qur’an. Sila Kelima ini bersumber dari nilai al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90. Terjemahan ayat ini yaitu: “Sesungguhnya Allah menyuruh (manusia) berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi (sedekah) kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu (manusia), agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Konsep keadilan sosial negara Indonesia juga merunut pada al-Qur’an.

    Penguatan ayat-ayat di atas, hanya sebagian kecil saja, tetapi sesunggunya jika dipertajam dan diperdalam lagi, Pancasila jelas bersumber dari al-Qur’an dan kehidupan masyarakat nusantara ketika itu, hanya saja dalam kata dan kalimat, tidak sama persis dengan al-Qur’an.

    Pancasila adalah dasar ideologi-ideologi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: Panca berarti lima dan Sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, serta tercantum pada alinea ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945.

    Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni telah disetujui sebagai peringatan hari lahirnya Pancasila.

    Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?”

    Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:

    Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
    Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Soekarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme, Kemanusiaan atau internasionalisme, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
    Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
    Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:

    Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
    Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.
    Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.

    Rumusan Pancasila telah diterima sebagai dasar negara secara resmi, beberapa dokumen penetapannya ialah:

    Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945
    Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 – tanggal 18 Agustus 1945
    Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949
    Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950
    Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959)
    Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.

    Butir-butir Pancasila berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003, diperbaiki dengan harapan lebih berguna dan membawa kemaslahatan. Bahkan menjadi penguatan pegangan hidup bangsa dan negara demikian berbudi pekerti luhur.

    Sila pertama,
    (1). Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    (2). Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
    (3). Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    (4). Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
    (5). Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

    Sila kedua;
    (1). Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
    (2). Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
    (3). Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
    (4). Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
    (4). Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
    (5). Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan.
    (6). Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
    (7). Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

    Sila ketiga;
    (1). Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
    (2). Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
    (3). Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
    (4). Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
    (5). Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
    (6). Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
    (7). Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

    Sila keempat;
    (1). Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
    (2). Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
    (3). Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
    (4). Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
    (5). Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
    (6). Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
    (7). Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
    (8). Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
    (9). Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

    Sila kelima
    (1). Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
    (2). Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
    (3). Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak orang lain.
    (4). Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
    (5). Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
    (6). Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
    (7).Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
    (8). Suka bekerja keras.
    (9). Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
    (10). Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

    Uraian singkat Pancasila ketika sudah menjadi pedoman kehidupan di masa Kerajaan Majapahit hingga ditetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, pesan paling mendasar sebagai dasar atau asas dalam berbangsa dan bernegara (Hablu min an-Nas, hubungan dengan manusia) ialah memerangi semua jenis kemungkaran dan mengajak untuk melakukan kebaikan.

    Dalam berdemokrasi sebagai perwujudan kebebasan setiap manusia dalam memilih pemimpin, Pancasila sangat persfektif bagi agama karena semua bersandar pada dasar agama dan perilaku jujur dan adil, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan juga memberikan keleluasaan melakukan hubungan dengan Allah SWT Yang Esa (Hablu mina Allah).

    Oleh karena itu, Hari Lahir Pancasila merupakan anugerah bagi bangsa dan negara Republik Indoensia bahwa semangat kebangsaan supaya dalam koridor budi pekerti mulia. Maka dasar Pancasila sebagai modal bernegara, dan agama dengan ajarannya sebagai modal ibadah, akan menguatkan anak bangsa menjadi bermarwah. Dan ke depan Indonesia akan makmur dan sejahtera dalam kehidupan bersahaja. (Nuriya Maslahah)

    Penulis : Nuriyah Maslahah

    Sumber : WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan