MUNAS X Partai Golkar, tepatnya tanggal 3 sampai 5 Desember 2019, telah berakhir. Hasilnya Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian dalam kabinet Presiden Joko Widodo) terpilih secara aklamasi untuk periode 2019-2024. Berikut wawancara Transparansi dengan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak,SH, merangkap Ketua FPG DPRD Jatim dan Sekretaris DPD l Partai Golkar Provinsi Jatim.
Golkar Jatim adalah provinsi pertama yang mendukung Airlangga dengan 100 % , lalu Munas hasilnya malah aklamasi. Apa komentar Anda ?
Betul ! DPD Partai Golkar Provinsi Jatim memberikan dukungan penuh kepada pak Airlangga Hartarto. DPD l dan 38 DPD ll sudah sepakat dan komitmen. Lalu mendeklarasikan secara resmi. Selanjutnya, dalam perkembangan menjelang Munas, ternyata langkah yang dilakukan Jatim mendapat dukungan provinsi lain.
Hingga H-1 pembukaan Munas, hampir seluruh provinsi, arahnya sudah ke Airlangga. Pada saat Munas berlangsung, dari pemandangan umum 34 provinsi beserta Ormas pendiri dan Ormas yang didirikan semua memberikan dukungan penuh terhadap Airlangga Hartarto.
Ya, otomatis ini menjadi aklamasi karena dari 558 suara, tidak ada satupun yang memberikan pendapat lain, kecuali hanya untuk Airlangga Hartarto.
Iklim Ini bagus. Artinya, bahwa musyawarah mufakat yang menjadi ciri khas bangsa indonesia, sangat kental dalam Munas Golkar 2019. Demokrasi itu muaranya harus musyawarah mufakat.
Di Golkar ya seperti itu.Tetapi Golkar sebagai partai politik memberikan ruang untuk berdinamika dan berdinamika itu boleh dan itu wajar wajar saja. Saya pikir apa yang dilakukan di Munas kemarin dengan dukungan penuh, aklamasi, itu salah satu bentuk kedewasaan partai Golkar sebagai partai modern.
Munas menghasilkan banyak keputusan. Diantaranya mengutamakan kader dalam Pilkada serentak 2020 dan tanpa mahar. Penjelasannya seperti apa ?
Betul seperti itu. Tetapi tidak berarti bahwa itu kemudian diterima sertamerta dan dilaksanakan secara utuh. Karena ada syarat bagi calon. Kita harus memperhatikan aspek popularitas dan elektabilitas serta logistik yang dimiliki calon. Logistik dalam arti bahwa kemampuan dia juga untuk bisa menyelenggarakan pembiayaan terhadap para saksi di TPS. Golkar tidak ada mahar dan tidak ada pungutan pungutan dalam pilkada ini. Tapi bagi calon yang mempunyai mimpi menjadi kepala daerah setidaknya tiga syarat ini harus dia miliki.
Pertama popularitas, elektabilitas termasuk di dalamnya akseptabilitas. Kesemuanya harus terukur. Itu penting karena ada orang popularitasnya tinggi tetapi elektabilitasnya rendah. Seseorang yang populer itu kan bisa dimaknai dengan dua hal.
Pertama orang itu populer karena kebaikannya atau orang itu populer karena ketidakbaikannya. Nah kalau dia populer karena ketidakbaikannya tentu elektabilitasnya menjadi rendah tapi kalau dia populer karena kebaikannya mungkin elektabilitasnya akan tinggi.
Lalu elektabilitas itu akan diikuti dengan akseptabilitas, kemampuan serap masyarakat untuk memilih dia (calon). Dan terakhir adalah logistik. Partai tidak mungkin membiayai calon. Calon mesti menghitung jumlah TPSnya (biaya saksi), sosialisasi dan biaya kampanye. Partai tidak punya uang.
Amanat Munas menegaskan bahwa kesiapan logistik harus ditunjukkan secara tertulis, terbukti lewat otorisasi bank bahwa uang itu ada. Baru rekomendasi itu dikeluarkan. Kalau semua persyaratan itu ada, maka Partai akan melihat lagi masing masing calon, yang disebut kader tadi. Jadi memang tidak serta merta.
Golkar mengutamakan kader tetapi kader itu juga harus mengikuti tiga syarat tadi yaitu populer kemudian elektabilitasnya tinggi dan juga punya kemampuan logistik.