Selasa, 22 Oktober 2024
28.3 C
Surabaya
More
    Jawa TimurBlitarPilbup dan Pemilihan Ulang PC NU Blitar

    Pilbup dan Pemilihan Ulang PC NU Blitar

    Pemilihan Bupati Blitar/ Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) dan Pemilihan Ulang (PU) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), apa hubungannya ?

    Tidak ada. Jika dihubung-hubungkan, pasti ada.

    Setiap perhelatan pemilu, baik itu eksekutif maupun legislatif, selalu hiruk pikuk dengan penggalangan dukungan, baik pada simpul-simpul masyarakat lokal maupun yg lainnya, bahkan dukungan dari tokoh dan warga NU menjadi menu wajib bagi calonnya.

    Bahkan pula, tidak afdol rasanya jika sang calon tidak sowan ke kyai-kyai NU untuk minta restu dan dukungan, karena menurut sang calon, beliau-beliau yang di sowani itu pasti banyak warga/ anggota nahdiyin yang mengikutinya, sehingga dirasa lebih efisien dalam pergerakan kampanye maupun pendanaannya.

    Pihak yang di sowani, tentu merasa terhormat dan tersanjung, sehingga saat sang kyai bertemu dengan warganya, dengan berbagai media pengajian, yasinan, temu alumni, bahkan acara pengantin, selalu menceritakan kebaikan-kebaikan sang calon yang sowan, untuk menarik simpati warga/ anggota nahdiyin, semacam sosialisasi atau bahkan kampanye terselubung.

    Lalu apa hubungannya dengan Pemilihan Ulang (PU) PCNU Blitar ?

    Secara hierarchis tak ada hubungannya, karena Pemilu (Pilkada) merupakan perhelatan negara, sedangkan PU, itu hajat organisasi kemasyarakatan yang bernama NU.

    Tetapi secara sosio-cultural, amat sangat erat hubungannya, karena – terutama di Jawa Timur – NU merupakan salah satu ormas terbesar, yg punya simpul-simpul yang jelas, terutama struktural (Pengurus) NU dan media pengumpulan warga/ anggota nahdiyin yg jelas pula, serta yang tak kalah penting, pengumpulan warga/ anggota nahdiyin itu sangat mandiri.

    Mandiri cara mengundang, mandiri fasilitas tempat, sound, bahkan konsumsi, sehingga ini dipandang sebagai kampanye biaya murah.

    Oleh karena itu, sebelum masuk ke warga/ anggota nahdiyin, maka semacam menu wajib untuk sowan-sowan ke pejabat struktural NU, untuk melapangkan jalan sukses sebagai pemenang pemilukada.

    Lalu siapa pejabat NU yang “wajib” di sowani ?

    Tradisi yang sudah-sudah adalah Rois Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah, serta beberapa kyai yg dianggap sepuh.

    Melihat hal ini, kemungkinan Rois Syuriyah merasa perlu “me revisi” Ketua Tanfidziyah terpilih sebelumnya, dengan memilih Ketua Tanfidziyah yang baru, melalui legalitas surat PBNU, bagi siapapun yang mengerti dan memahami organisasi, pasti bilang bahwa surat PBNU itu janggal.

    Mengapa Ketua Tanfidziyah perlu di revisi ?

    Melihat rekam jejak Rois Syuriyah pada pemilu sebelumnya, rasanya kurang afdol apabila Rois Syuriyah tidak menempatkan diri sebagai salah satu pendukung aktif calon kepala daerah, tetapi juga sekaligus memprediksi bahwa Ketua Tanfidziyah terpilih, sulit untuk di ajak dukung-mendukung salah satu calon.

    Dalam kondisi ini, jika PBNU nantinya akan meng SK kepengurusan hasil PU, tentu harus ekstra hati-hati, terutama kapan waktunya, atau kalau perlu terbitkan saja SK Caretaker dengan menunjuk orang lain yg “netral” dalam Pemilukada.

    Harap diingat, bahwa imbas Pemilukada (Bupati), dengan Pileg, Pilgub dan Pilpres, jauh lebih terasa guncangan, perpecahan, maupun pertikaian sesama warga/ anggota nahdiyin, maupun juga antara warga/ anggota nahdiyin yang kebetulan tidak mendukung/ memilih Bupati terpilih, dengan bupati terpilih tersebut.

    Ingat, bahwa kesatuan, persatuan dan kebersamaan warga/ anggota nahdiyin adalah segala-galanya untuk menjalankan tugas dan program-program NU kedepan, sehingga tercapai cita-cita dan tujuan didirikannya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, dari pada kepentingan sesaat yg berbentuk dukung-mendukung Cakada.

    Ketika Cakada yang didukung oleh struktural PCNU menang, komunikasi antara PCNU mudah dan lancar, tetapi bagaimana jika cakada yang didukung itu kalah ?

    Imbas sosial kemasyarakatan warga/ anggota nahdiyin atas ekses Pemilukada jauh lebih mahal harganya.

    Maka dari itu, akan lebih afdol jika PBNU menunda penerbitan SK kepengurusan PCNU Blitar, atau sebaiknya diterbitkan SK Caretaker dengan menunjuk orang yang netral dalam Pemilukada.(*)

    Reporter : Sumartono

    COPYRIGHT © 2024 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan