Ia berharap, BRIN nantinya menghargai hasil karya anak bangsa. Sebab, jika kebijakan tidak berbasis riset akan melahirkan malapetaka. “Saya menggarisbawahi yang disampaikan Pak Zain tadi bahwa inisiator BRIN ini datangnya dari DPR. Namanya DPR tidak ada yang tidak dipolitisasi. Salah satunya adalah politisasi di bidang anggaran,” ujar Faiqoh bersemangat.
Sayang, selaku narasumber, Sesditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti, Prakoso, memilih berseloroh dan tidak merespon pertanyaan maupun pertanyaan Faiqoh. “Pertanyaan Bu Faiqoh ini kelasnya presiden yang jawab,” ujarnya seraya tertawa.
Sementara itu, penanggung jawab perhelatan Temu Peneliti yang juga Kepala Puslitbang LKKMO Muhammad Zain mengatakan, acara ini merupakan media untuk mendengarkan suara peneliti. Temu peneliti menjadi arena sambung rasa bagi para peneliti di lingkungan Balitbang Diklat Kemenag.
“Soal gagasan BRIN ini, yang penting adalah soal nasib peneliti apakah bergeser dari ‘nasib tak tentu’ ke ‘nasib tambah baik’ atau sebaliknya, dari nasib tambah baik ke nasib tak tentu,” ujar Zain berkelakar.
Seperti diketahui, argumen yang mendasari gagasan BRIN ini antara lain: penguatan lembaga riset; lebih memfokuskan tema-tema riset untuk menjawab aneka persoalan bangsa; pembinaan SDM peneliti yang lebih kompetitif dan kolaboratif; efisiensi dan skema pembiayaan riset; kebermanfaatan hasil-hasil riset untuk penemuan teori-teori keilmuan, dukungan penguatan korporasi dan dunia industri, serta pemangku kepentingan.
Temu Peneliti yang dihadiri 167 peneliti dari tiga Puslitbang dan tiga Balai Litbang Agama ini dijadwalkan selama tiga hari, Rabu-Jumat, 21-23 Agustus 2019. Gelaran rutin tiap tahun ini dihelat di Hotel Ciputra Cibubur, Jatikarya, Kec. Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat. (wt)