BEKASI – Rencana lahirnya Badan Riset Nasional (BRN) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih memicu pro-kontra. Isu BRN yang dalam setahun ini ramai dibicarakan, kembali disoal oleh para peneliti Balitbang Diklat Kemenag. Pertanyaan yang muncul mulai dari bentuk lembaganya, mekanisme kerjanya, serta bagaimana nasib unit-unit penelitian pada kementerian dan lembaga.
Persoalan tersebut mengemuka dalam sesi ketiga Temu Peneliti Balitbang Diklat Kemenag yang dihelat di Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat, berlangsung 21-23 Agustus 2019. Hadir sebagai narasumber, Sekretaris Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti Ir Prakoso dan Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) M Zain.
“Setelah BRIN nanti jadi, apakah kami para peneliti agama ini masih mendapat porsi riset di lembaga baru tersebut. Seperti apa kira-kira peran tersebut,” kata salah satu peneliti Puslitbang Bimas Agama dan Keagamaan M Adlin Sila mengawali sesi tanya jawab.
Menurutnya, persoalan keagamaan mestinya tetap diberi peran siginfikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, agama dan negara tidak bisa dipisahkan dari bangsa yang relijius ini. “Jika dalam rumpun yang disebut dalam klaster sosial humaniora itu, peneliti Litbang Kemenag berperan dalam aspek apa selain baca doa?” selorohnya.
Adlin menambahkan, persoalan radikalisme dan ekstrimisme tentu Litbang Kemenag yang bisa berkontribusi. Ini problem yang sangat penting dan harus segera dicari solusinya. “Persoalannya karena ini intangible, tidak tangible seperti infrastruktur,” tandas doktor lulusan Australia ini.
Senada dengan Adlin, peneliti senior Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Faiqoh Mansyur juga mempertanyakan masa depan peneliti agama. Peleburan lembaga riset dari sejumlah kementerian harus dipertimbangkan matang. Hal ini demi masa depan dunia peneliti dan kepenelitian.
“Mengapa ada anggapan bahwa negara ini salah urus. Salah satu penyebabnya antara lain karena kebijakan negara tidak berbasis riset. Padahal presiden meminta kepada seluruh koor-nya agar menggunakan kebijakan berbasis riset,” ujar Faiqoh.