DHAKA – Kelompok-kelompok Hak Asasi Internasional menyerukan kepada Myanmar dan Bangladesh untuk menunda repatriasi (pemulangan) ribuan muslim Rohingya sampai ada jaminan keselamatan, pemberian kewarganegaraan, dan hak-hak dasar lainnya.
“Myanmar belum membahas penganiayaan sistematis dan kekerasan terhadap Rohingya, sehingga para pengungsi memiliki alasan untuk mengkhawatirkan keselamatan mereka jika mereka kembali,” kata Direktur Human Rights Watch (HRW) Asia Selatan, Meenakshi Ganguly, Rabu (21/8/2019).
Myanmar dan Bangladesh berencana untuk mulai mengembalikan sekitar 3.450 muslim Rohingya pada Kamis (22/8/2019). Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) dan otoritas Bangladesh pada Selasa (20/8/2019) telah mulai berkonsultasi dengan lebih dari 3.000 pengungsi Rohingya dari Myanmar untuk menentukan apakah ada yang ingin kembali ke tanah kelahiran mereka.
“Survei niat mulai hari ini. Bersama-sama, pemerintah Bangladesh dan UNHCR akan meminta para pengungsi ini untuk maju dan membahas opsi pemulangan,” kata Louise Donovan, juru bicara UNHCR di distrik Cox Bazar, Bangladesh.
Kebanyakan muslim Rohingya mengatakan mereka tidak ingin kembali ke Myanmar. Disana mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan mengalami diskriminasi sistematis, termasuk penolakan kewarganegaraan dan akses ke layanan dasar.
Sebelumnya mereka telah meminta pemerintah Myanmar untuk memberikan mereka status kewarganegaraan penuh bersama dengan hak-hak dasar lainnya, termasuk jaminan keamanan di negara mayoritas penganut Buddha itu sebelum mereka kembali. Namun pemerintah Myanmar malah menawarkan kewarganegaraan naturalisasi.