Rabu, 11 Desember 2024
25.6 C
Surabaya
More
    HeadlineDua Kekuatan Islam Nusantara Halal Bihalal dan Hari Raya Ketupat (ke 1)

    Dua Kekuatan Islam Nusantara Halal Bihalal dan Hari Raya Ketupat (ke 1)

    (Oleh H Djoko Tetuko)

    Artikel ini sengaja diambil dari materi khotbah Jum’at, (3 Syawal 1440 H/7 Juni 2019), saat penulis mendapat amanat menjadi khotib di masjid Al-Hidayah Celep Sidoarjo.

    Secara garis besar bahwa hadiah terbesar umat Islam Indonesa, sebagaimana populer di kalangan Nahdliyin Islam Nusantara, yaitu ada aktifitas keagamaan dalam rangkaian Hari Raya Idul Fitri, berupa halal bihalal, serta sebuah perintah Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan ibadah puasa sunnah Syawal 6 hari untuk menyempurnakan ibadah puasa selama 1 tahun dengan sebuah dorongan menggunakan simbol Hari Raya Ketupat.

    Penguatan simbol kegiatan keagamaan baru berupa halal bihalal dan Hari Raya Ketupat, memang tidak ada secara maknawi atau pernah dilakukan jaman Rasulullah SAW, tetapi dua kegiatan itu sesungguhnya perwujudan agama Islam dalam memaknai secara hakiki Hari Raya Idul Fitri beserta perintah menjalankan puasa sunnah 6 hari pada bulan Syawal, meerupakan dasar pijakan kegiatan itu berlangsung, bahkan sudah mendapat stempel sebagai bagian dari perayaaan acara kegiatan hari besar umat Islam, sehingga menjadi penyempurnaan dalam menjalankan ibadah seusai mendapat gembengan pada bulan suci Ramadhan.

    Naskah khotbah sebagai berikut :

    Wasiat terpenting untuk saya pribadi dan hadirin para jamaah sholat Jum’at yang dimuliakan Allah SWT, ialah perintah Allah SWT sebagai sebuah gerakan (mengajak secara bersama-sama) meningkatkan takwa kepada Allah SWT.

    Tentu saja, dengan niat yang baik mari kita berusaha sekuat tenaga karena doa dan permohonan kepada Allah SWT untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan takwa yang sungguh-sungguh, dengan takwa yang sebenar benarnya.

    Yaitu, menjalankan semua perimtahNya dan menjauhi semua laranganNya.
    Pesan paling bermakna dalam menata kehidupan agar selalu selamat, sukses, dan surplus total dunia akherat, ialah mensyukuri segala nikmat dari Allah SWT, terutama nikmat ditakdirkan dengan pertolongan dan hidayahNya mampu menjalankan ibadah sholat Jum’at pada siang hari ini (bertepatan dengan 3 Syawal 1440 H), dengan suasana Idul Fitri, dan dimana pada bulan Syawal ini, adalah bulan penguatan dan penyempurnaan ibadah kita semua kepada Allah SWT. Dimana Allah SWT melalui kanjeng Muhammad SAW menyatakan bahwa barang siapa berpuasa 6 hari pada bulan Syawal, maka sama dengan puasa selama 1 tahun.

    Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada manusia pilihan yang maksum, Nabi akhir jaman, Baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai pembawa sinar kebenaran dengan ajaran Islam yang jelas-jelas untuk menyempurnakan akhlaq manusia, menjadi akhlaq yang mulia sepanjang masa.

    Ma’asyirol muslimin jamaah sholat Jum’at rahimakumullah,
    Allah SWT dalam surat Al-Imran ayat 133-136, sudah memberikan petunjuk bahwa, sejak bulan suci Ramadhan hingga memasuki bulan Syawal setelah orang-orang yang beriman sudah menjalankan kewajiban puasa selama bulan Ramadan, kemudian dengan pertolongan, hidayah, dan ridlo dari Allah SWT, sampai pafa Idul Fitri, kembali fitri (kembali ke hakikat sebagai manusia tanpa kewajiban menjalan berpuasa) sesuai dengan kualitas amal ibadah masing-masing. Oleh karena itu, membutuhkan tahapan iabadah kelanjutan untuk mempertahankan hasil penggemblengan selama puasa wajib di bulan suci Ramadan, ialah dengan melakukan amal ibadah lain untuk mempertahankan, menguatkan, dan menambah nilai dengan harapan selalu mendapat ridlo dari Allah SWT, sebagaimana Allah SWT berfirman:
    وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
    Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,
    الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ
    الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
    (yaitu orang-orang yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (menginfakkan) hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.

    Implimentasi (perwujudan pelaksanaan) ibadah selama puasa Ramadhan hingga Syawal dengan DUA TRADISI Islam Nusantara di Indonesia, (1) HALAL BI HALAL dan (2) HARI RAYA KUPAT (KETUPAT).

    Sesungguhnya merupakan menjalankan perintah sebagaimana tertuang pada Surat Anisa’ 133-134 di atas. Dimana umat Islam, terutama yang beriman, mengejar ampuinan dari Allah SWT dengan berlomba-lonba puasa di bulan suci Ramadhan dengan berbagai tambahan amal ibadah sunnah dan wajib lainnya, karena di dalam bulan suci Ramadhan terdapat rahmat, pengampunan, da pe,bebasan dari api neraka.

    Bersegeralah mencari ampunan dari Tuhan dengan melakukan berbagai ibadah terutama puasa wajib di bulan suci Ramadhan, sekaligus menyempurnakan untuk meminimalisir kesalahan atau khilaf dengan sesam,a manusia bersamaan dengan Idul Fitri (kembali menjadi manusia tanpa menjalan kewajiban puasa Ramadhan), manusia yang tidak memiliki keistimewaan apa-apa, kecuali atas kehendak Allah SWT semata, sebagai firman Allah,: ’’Tidak ada keajaiban di bumi dan langit kecuali dari Allah SWT’’.

    Pertama, menginfakkan harta benda dengan berbagai bentuk infak baik di bulan suci Ramadhan maupun di bulan Syawal, baik mereka yang kaya raya maupun yang sedang-sedang saja, bahkan yang pasa-pasan, berlonmba-lomba berinfak di jalan Allah.

    Kedua, menahan amarah, selama menjalan ibadah puasa Ramadhan dengan mengendalian diri sangat ekstra semua amarah ditanggalkan ditahan, bahkan nafsu dan hal-hal yang dihalalkan di luar bulan Ramadhan yang dilarang, juga dilawan dengan menahan hawa nafsu. Puncak dari menahan amarah di bulan Syawa;, dan ketiga memaafkan kesalahan orang lain.

    Perintah kedua dan ketigam ulama dan karomah di Indonesia, memberikan penguatan dengan simbol halal bihalal, sebuah upaya mewujudkan Islam Rahmatan Lil aalamiin.

    وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
    Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.
    أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِين
    Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.

    Pesan terpenting lainnya ialah ketika seseorang berbuat zalim atau menzalimi diri sendiri dengan perbuatan kurang terpuji tidak bersandarkan akhlaq, maka segera berdzikir mengingat Allah SWT, memohon ampunan atas dosa dan khilaf, sekaligus menghentikan perbuatan dosa dan kurang terpuji itu. Menxalimi diri sendiri pada abad modern, bisa jadi membuat naskah (sengaja atau tidak sengaja) menjerumuskan atau merusak (hoaks) atau menyebarkan dengan sengaja atau tidak dengan sengaja.

    Warna-warna Halal Bihalal dan Hari Raya Ketupat ialah penguatan dengan mensandarkan semua aktifitas ibadah ke depan beberapa tahapan yang sangat bermoral.

    Ma’asyirol muslimin rahimakumullah,
    Bahwa umat Islam Indonesia khususnya, pada saat Idul Fitri dan suasana Idul Fitri, baik yang kaya maupun yang kurang mampu, bahkan fakir dan miskin.

    Sebagaimana perintah Allah SWT tersebut di atas, melaksanakan dengan penuh suka cita, menggerakkan jiwa dan raganya dengan tulus ikhlas, saling meminta maaf dan memaafkan. Ini suatu amalan ibadah yang sangat luar biasa.

    Selain itu, di rumah-rumah umat Islam menyediakan makanan atau kue, sebagai bentuk daripada sadaqoh atau infak. Bahkan tidak jarang mengumpulkan uang untuk diinfak dan sodaqohkan kepada anak-anak kecil, maupun mereka yang membutuhkan .

    Semua itu sebagai bagian dari upaya melaksanakan perintah Allah SWT dalam suasana yang aman, nyaman, tenteram dalam kebiasaan (tradisi) yang baik.

    Oleh karena itu, dengan niat menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, maka sudah sepatutnya untuk mensyukuri atas nikmat tersebut, sebagaimana perintah

    وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
    Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
    Rasululloh Muhammad SAW dalam haditsnya menyatakan;
    عَنْ سَخْبَرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ وَأُعْطِيَ فَشَكَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغْفَرَ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ
    Artinya; “Diriwayatkan dari Sakhbarah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa diberi cobaan kemudian bersabar, diberi nikmat kemudian bersyukur, dianiaya kemudian memaafkan, dan berbuat dzalim kemudian meminta maaf, maka merekalah yang mendapatkan kedamaian dan merekalah yang mendapat hidayah” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 6482 dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 4117).

    Suasana Idul Fitri dengan gambaran tidak semua berjalan lancar atau baik, ada kalanya seseorang mendapat ujian dalam benyak hal, maka disunnahkan bersabar, ketika mendapat nikmat selalu bersyukur.

    Dua hal sangat bertentengan antara ujian dan nikmat diberikan sebuah pelajaran oleh Rasulullah SAW untuk senantiasa berbuat baik, sehingga penguatan dalam hal Halal Bihalal dan Hari Raya Ketupat sebagai simbol memberikn satu makna sebuah kebutuhan.

    Dan dua hal ketika dianiaya dan mendzalimi, maka sama-sama diperintah memaafkan dan meminta maaf, semakin menguatkan bahwa dalam beragama, berbangsa, dan bernegara harus menjaga kerukunan dalam persudaraan untuk menyeimbangkan kehidupan.

    Suasana Idul Fitri, terutama di Indonesia, termasuk tradisi halal bihalal, merupakan amal ibadah dalam bentuk PAKET IBADAH, ulama-ulama terdahulu mewariskan dalam bentuk gerakan dan kegiatan positif dengan mengedepankan kebaikan dan kebaikan, sekaligus melebur nafsu kurang baik, atau keinginan-keinginan berbuat jahat dan jelek, dalam bentuk saling memaafkan, silaturrahmi (sungkem) ke kedua orangtua, silaturrahmi mengunjungi sanak saudara, hanya karena ingin saling minta maaf dan memaafkan.

    Bahkan memberi infak. Karena itulah sesungguhnya jati diri (jasad dan roh manusia), kita semua untuk MENGABDI kepada ILAHI ROBBI,

    sebagaimana firman Allah SWT;
    وَمًاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
    ArtinyaL Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu (Adz Dzariyat 56).

    Ibadah seperti apa sebagai kelanjutan penguatan menuju panggung pengabdian secara sungguh-sungguh sesuai dengan yang digariskan Allah SWT dan RasulNya, maka salah satu firman Allah memberi sebuah langkah-langkah sangat sistemetis.

    ۞ وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
    Artinya; Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba cahayamu.

    Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri’’. Pesan moral dari ayat ini bahwa dalam hidup dan kehidupan beragama, maka melakukan erbuat baik merupakan perintah agama kepada kedua orantua, kerabat, dan siapa saja.

    Ma’asyirol muslimin jamaah sholat Jum’at rahimakumullah, Rasulullah bersabda :
    عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا رواه ابن ماجه والنسائي ولفظه :
    Dari Tsauban maula (pembantu) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melakukan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri, maka, itu menjadi penyempurna puasa satu tahun. [Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya – QS al An’am/6 ayat 160-]”.
    Bagi muslimin dan muslimat yang sudah melaksanakan puasa sunnah di bulan Syawal selama 6 hari, mudah-mudahan diridloi Allah SWT dan diterima sebagai penguatan amal ibadah di bulan Ramadan, sekaligus sebagai upaya pengendalian diri dengan mengekang emosi dan nafsu-nasfu duniawi, karena semata-mata hanya ingin menjaga dan memperkuat ke alam dzikir (selalu mengingat Allah SWT). Catatan puasa selama 1 tahun bukan sesuatu yang tidak wajar karena sebuah menyatuan amal ibadah dan keajaiban dari Allah SWT.

    Oleh karena itu, menjaga puasa selama 1 tahun inilah menjadi tugas ke depan selalu menjalankan amar ma/ruf nahi anil mungkar. Rasulullah bersabda
    عن ابن عباس رضى الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم
    الصَّائِمُ بَعْدَ رَمَضَانَ كَالكَارِ بَعْدَ الْفِرَارِ

    Dari ibnu Abbas RA, Rosulullah bersabda, ” Orang yang berpuasa seusai melaksanakan puasa Ramadan, maka diibaratkan seperti orang yang kembali berperang, seusai perang.

    Janji Allah SWT dengan jelas dan gamblang disebutkan bahwa, apabila kita menginginkan hidup dengan penuh barokah, kecukupan, dan ditutupi kekurangan maupun kemiskinan, sehingga nyaman dan tenteram, maka mengabdi dengan mengerjakan amal ibadah yang intinya kebaikan dan kebaikan, merupakan cara beribadah dan mengingat kepada Allah SWT agar selalu mendapat, pertolongan, petunjuk atau hidayah, serta ridloNYA.

    Halal buhalal dan Hari Raya Ketupat ialah perwujudan amal ibadah selama Ramadhan dan Syawal dengan berbagai model dan simbol, semata-,mata untuk mengajak umat Islam secara terus menerus melakukan secara konsisten gerakan mengingat Allah (dzikir), gerakan menajalan sunnah Rasul dengan puasa sunnah Syawal.

    Ha itu sebagaimana firman Allah :
    يَااَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْالَاتُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَا اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِك فَاُولَىُكَ هُمُ اْلخَا سِرُوْنَ – المنافقون
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi
    Ma’asyirol muslimin jamaah sholat Jum’at rahimakumullah.
    Mudah-mudahan sekelumit khotbah Jum’at ini mampu menjadi bagian dari do’a permohon juga pertolongan kepada Allah SWT, semoga kita semua ditetapkan iman, Islam, ikhsan dengan penuh ikhlas menjalani karena ilmu dariNya. Dijauhkan dari zina, fitnah, bencana, marah bahaya, juga iri, dengki, serakah, sombong serta berbagai penyakit hati.
    Dimudahkan segala urusan kebaikan yang bermanfaat dan mencukupi untuk bekal ibadah dan mengabdi kepada Ilahi Robbi, selalu berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Berbuat baik dengan fakir dan miskin, saudara dekat dan saudara jauh, sahabat.

    Dijadikan Allah swt ahli ilmu, ahli takwa, ahli istiqomah, ahli kebaikan, ahli sadaqoh, ahli bersyukur, ahli sujud (shobat), dan ahli sabar. Allah SWT senantiasa memberikan barokah umur kita, barokah ilmu kita, barokah rejeki kita, dan berokah anak keturunan yang sholeh/sholihah, yang selalu perjuanga di jalan Allah. amin ya robbal alaamin.

    COPYRIGHT © 2019 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan