Perkembangan dan percepatan teknologi dengan memberikan berbagai fasilitas sangat memanjakan kepada hampir seluruh warga di dunia, maka demokrasi seakan-akan tanpa menggunakan teori baru atau kajian baru, semakin terkikis menuju demo crazy (demo gila).
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan atau organisasi yang dianggap baik, bahkan merupakan sistem paling diagung-agungkan. Ketika semua cara dihalalkan atau berbagai cara dilakukan, maka campur-aduk memaknai demokrasi sudah semakin kabur.
Bahkan tidak berlebihan menggambarkan tontonan demokrasi saat ini, sangat vulgar memamerkan demokrasi, namun praktik dalam melaksanakan seperti demo crazy (demo gila).
Mengapa demikian? Karena hampir semua jurus-jurus baru atau teori lama demokrasi, sudah dicampur-aduk menjadi, kegilaan-kegilaan yang didemokan atau dipamerkan, guna merebut kekuasaan, bahkan mempertahankan kekuasaan.
Lebih dahsyat lagi, melakukan demo crazy, hanya karena mempertahankan pendapat, sehingga semakin nyata bahwa pamer kegilaan hampir di semua penjuru dunia, berdampak pada penguatan ego kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama, sudah keluar dari rel ajaran kebenaran.
Mengembalikan makna hakiki demokrasi, maka mencontoh keteladanan dan kepemimpinan Nabi Muhammad saw, sangat mendekati menuju kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama yang mendekati sempurna. Mengingat ajaran tertinggi sebagai rasul (utusan), ialah, ’’Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlaq manusia’’.
Mengingat dalam perkembangan sistem pemerintahan dan sistem organisasi dengan mengatasnamakan demokrasi, justru akhir-akhir ini hampir di semua negara, termasuk di Indonesia, lebih banyak dikuasai pemilik modal.
Bahkan pesta demokrasi di Indonesia, bukan hanya pemodal raksasa nasional saja menentukan peta demokrasi dan arah demokrasi mau dibelokkan ke mana? Tetapi di beberapa daerah, ’’raja kecil’’ di Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati, juga di Pilkades, sudah bermain-main untuk memamerkan demo crazy.
Oleh karena itu, tidak berlebihan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 serentak, Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, DPRD Provinsi, serta DPRD Kab/Kota, maka permainan itu semakin nampak di permukaan.
Demokrasi
Demokrasi secara etimologis demokrasi terdiri dari dua kata Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut Hendry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnnya kebebasan politik.
Bahkan, demokrasi dianggap paling populer diantara pengertian yang ada. Sebagaimana pengertian yang dikemukakanoleh Abraham Lincoln (1863) yang mengatakan, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the peolple). Dan, C.F Strong menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepa di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan.
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan
Thomas Aquino.
Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat, sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur, sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki.
Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.
Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin secara bergiliran. Pericles, negarawan Athena yang berjasa mengembangkan demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah: (1) Kesetaraan warga negara; (2) Kemerdekaan; (3) Penghormatan terhadap hukum dan keadilan; (4) Kebajikan bersama.Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka.
Appetite manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia mempunyai power.
Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yang meningkatkan keengganan untuk mati.
Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah, terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam.
Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang satu dengan lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil.
Gelar ’’Al-Amin’’
Satu perubahan dunia paling menakjubkan ialah ketika Islam sebagai ajaran Nabi Muhammad saw, telah melakukan sentuhan-sentuhan perubahan dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits), tentu saja tidak hanya menyampaikan firman Allah, tetapi pernyataan dan tindakan (perbuatan) sebagai pemimpin mampu menjembatani, hampir semua kepentingan rakyat.
Salah satu kecerdasan rasul Muhammad ketika mendapat gelar Al-Amin, dimana mampu menyatukan pertikaian dan kesombongan kaum Quraisy waktu itu, dengan mememangkan sayembara, lebih dahulu masuk dan berada di dekat ka’bah.
Ketika mendapat hak untuk meletakkan batu hajar aswad di ka’bah, maka teladan sebagai pemimpin umat se dunia, dengan lemah lembut menyatakann bahwa yang berhak meletakkan adalah seluruh tokoh di Makkah dengan berbagai ketokohan maupun kemasyhurannya, sehingga para tokoh dibuat takjub atas keputusan sangat bijaksana tersebut, sekaligus dalam waktu sekejab menyelesaikan pertikaian antar-suku maupun antar-tokoh, menjadi kebersamaan, meletakkan bagian terpenting dari kiblat umat Islam seluruh dunia.