Oleh : Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H.,CLMA.
Akademisi ITB Widya Gama Lumajang
Saya menulis karena bukan anak raja. Itulah moral force yang mendorong penulis untuk menulis secara rutin. Semangat itu pula yang menggerakkan hati penulis untuk memberikan penghormatan pada “Hari Buku Nasional” (Harbuknas) yang jatuh pada 17 Mei. Tepatnya 13 tahun yang lalu Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar mencetuskan sebuah ide brilian Harbuknas.
“Semangat Mengapresiasi Karya dengan Membaca” merupakan tema Harbuknas Tahun 2023. Banyak cara yang dilakukan masyarakat dalam mengapresiasi Harbuknas. Tahun ini, penulis sengaja memperingati Harbuknas dengan kegiatan memberikan buku karya kepada beberapa pihak.
Kepada Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Lumajang, Kepada Kepala SMAN 2 Lumajang (Smada) yang merupakan almamater penulis. Menghadiri acara kolega dalam Harbuknas merupakan penutup rangkaian Harbuknas yang dijalani penulis dalam menandai Harbuknas 2023.
Peringatan Harbuknas merupakan hal yang sangat istimewa bagi para pecinta buku di Indonesia. Pemilihan tanggal 17 Mei sebagai peringatan (Harbuknas) atas dasar tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) yaitu pada 17 Mei 1980. Tujuan dari diperingatinya Hari Buku Nasional yaitu untuk menyadarkan masyarakat Tanah Air bahwa pentingnya membaca buku, terlepas saat ini era teknologi yang serba bisa.
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa beriringan dengan Harbuknas, terdapat peringatan Hari Buku Sedunia pada 23 April lalu. Tema Hari Buku Sedunia 2023 lalu mengusung tema “Bahasa Pribumi”. Adanya peringatan Hari Buku menunjukkan pentingnya budaya membaca (literasi). Bukankah dalam sejarah Islam perintah pertama adalah iqra? yaitu perintah membaca dari Allah SWT. Sementara Quran sendiri juga diartikan “buku” (al kitab). Maka menjadi jelas bahwa manusia memiliki kewajiban penting yaitu “membaca buku” dan “membaca dalam arti yang luas”.
Tujuan Harbuknas maupun Hari Buku Sedunia (World Book Day) adalah meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya membaca buku. World Book Day dipelopori oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Terpilihnya tanggal 23 April sebagai Hari Buku Sedunia sebagai penghormatan pada beberapa tokoh penulis terkenal, seperti: William Shakespeare, William Wordsworth, dan David Halberstam.
Data menunjukkan bahwa literasi peserta di Indonesia juga masih terbilang rendah. Dilansir situs Kemendikbud, survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) pada 2019 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke 62 dari 70 negara. Artinya, Indonesia adalah 10 negara terbawah dengan tingkat literasi yang rendah.
Sementara data dari UNESCO sebagaimana dikutip dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 persen. Artinya, hanya ada 1 dari 1.000 orang Indonesia yang rajin membaca. UNESCO juga menempatkan Indonesia sebagai negara terendah kedua untuk tingkat minat baca.