JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, oligarki ekonomi membajak kekuasaan negeri ini melalui Presidential Threshold. Hal itu membuat ketidakadilan yang menjadi faktor penyebab terjadinya kemiskinan struktural di negeri ini. Untuk mengatasi ketidakadilan di Republik ini, hapus oligarki ekonomi dan kembali ke ekonomi Pancasila.
Hal itu disampaikan LaNyalla dalam pidatonya pada Seminar Internasional Asosiasi Pendidikan Masyarakat Indonesia (APENMESI) dengan tema ‘Peran Perguruan Tinggi Memajukan Mereka yang Tertinggal’ di Universitas Negeri Jakarta Selasa (14/6/2022).
Senator asal Jawa Timur itu menilai, memutus kemiskinan struktural di negeri ini harus dimulai dari meniadakan ambang batas pencalonan Presiden dari 20 persen menjadi nol persen. Sebab, kata LaNyalla, Presidential Threshold merupakan salah satu faktor pemicu masuknya oligarki ekonomi untuk menyandera dan memaksa kekuasaan berpihak kepada mereka.
“Hal itu terjadi dalam proses pemilihan pemimpin nasional, karena dari situlah biaya konsolidasi partai politik yang dipaksa harus berkoalisi untuk dapat mengusung capres dan cawapres menjadi mahal,” tutur LaNyalla.
Katanya, mahalnya biaya politik itulah yang menjadi pintu masuk bagi oligarki ekonomi untuk membiayai sekaligus menyandera kekuasaan. Itulah mengapa DPD RI secara kelembagaan telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Pasal yang kami gugat adalah Pasal tentang ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold. Bagi kami di DPD RI, pasal ini adalah penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia. Karena melalui pasal inilah, oligarki ekonomi dan oligarki politik mengatur kongsi mereka untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini,” tegas LaNyalla.
Selain itu, Pasal 222 itu juga menutup pintu bagi partai politik baru peserta pemilu untuk mengajukan pasangan Capres dan Cawapres, karena
kewajiban menggunakan basis suara Pemilu 5 tahun sebelumnya. Hal inilah yang membuat cita-cita keadilan sosial dan kemakmuran rakyat yang diucapkan oleh kandidat Capres-Cawapres tidak akan pernah terwujud.
“Sebab, yang membiayai proses munculnya pasangan Capres dan Cawapres itu adalah oligarki ekonomi yang memperkaya diri dari kebijakan dan kekuasaan yang harus berpihak kepada mereka,” tutur LaNyalla. Oleh karenanya, LaNyalla yakin siapapun calon Presiden 2024 nanti, selama oligarki ekonomi yang mendesain dan membiayai, maka janji-janji manis Capres itu tidak akan pernah terwujud.