Opini  

Ketika Guru RA dan PAUD Terpinggirkan

Ketika Guru RA dan PAUD Terpinggirkan
ilustrasi : Sekolah PAUD yang diharapkan menjadi penerus bangsa.

SUATU  hari silaturrahmi ke seorang teman guru di pelosok Jombang, ada Yayasan Pendidikan Islam Sabilul Muttaqin, Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Seorang pemilik yayasan sekaligus guru menyatakan rasa prihatin atas perkembangan dunia pendidikan, terutama di sektor pendidikan formal Taman Kanak-Kanak atau Raudlotul Athfal, sebagai pengantar pendidikan formal pertama dan utama, justru tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Mengapa demikian? Program pemerintah dengan memperhatikan dan lebih memperhatikan madrasah diniyah dan muatan lokal, terutama di Jombang, dengan kacamata bahwa di dalam kurikulum Madin ialah mengaji Al-Qur/an dan sejumlah pelajaran agama dasar sudah diberikan. Juga sebagai program politik bahwa pemerintah sekarang lebih memperhatikan kegiatan dan program umat Islam.

Padahal, ketidakmampuan memotret pendidikan di tingkat paling dasar sebagai pengantar semua level pendidikan, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Raudlotul Athfal (RA) atau Taman Kanak-Kanan (TK), justaru sangat memegang kendali guna melanjutkan ke jenjang pendidikan formal di sekolah dasar.

Sebab RA/TK dan PAUD mengajarkan bukan sekedar membaca dan belajat menulis, tetapi juga memberikan landasan budi pekerti luhur (akhlakul karimah), serta pendidikan Al-Qur/an juga kebangsaan. Bahkan meletakkan dasar sebagai anak didik yang baik.

Mendengar cerita singkat potret pendidikan TK/RA dan PAUD Ar Rouf di Jombang. sungguh sangat berbeda dengan harapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, (Kemendikbud) Nadiem Makarim bahwa guru dengan sentuhan pendidikan sesuai kapasitas dan mendorong kemampuan kurikulum berbasis kekuatan potensi lokal juga potensi anak didik terus dikembangkan, maka PAUD dan RA sebagaimana cerita dari YPI Sabilul Muttaqin, menunjukkan bahwa dunia pendidikan mambahayakan.

Dimana RA/TK dan PAUD terpinggirkan karena kebijakan program pemerintah salah sasaran atau tidak

Mendengar cerita memprihatinkan itu menunjukkan bahwa potret dunia pendidikan di tingkat paling dasar dan mendasar, justru belum tersentuh dengan berkeadilan, sehingga masih menggandalkan program-program ’’berbau politik’’, dengan harapan mendapat dukungan dalam berkecimpung di dunia politik.

Padahal jika dinalar, maka tidak ada pilihan, kecuali meningkatkan dan memberikan program khusus menjaga kelangsungan pendidikan RA dan PAUD sebagai ujung tombak menuju pendidikan Wajar (Wajib Belajar).

Cerita dari Guru

Seorang guru menceritakan sebagai curhat dengan harapan wartawan bisa menulis kondisi sebenarnya pendidikan RA dan PAUD kurang mendapat perhatian dan belum dijalankan secara berkeadilan. Padahal di desa-desa, PAUD dan RA sangat membantu proses awal menuju pendidikan wajib belajar, baik 6 tahun, 9 tahun maupun 12 tahun.

Juga menjadi pondasi perilaku anak didik ke depan dalam bermasyarakat. Sementara di SMP molud mendapat perhatian luar biasa, bahkan sudah ada guru berstatus ASN masih diperbantukan hjampir 5 guru lagi.

Oleh karena itu, sebagai pengelola yayasan, sedang galau dan setengah geram, karena ditinggal guru-guru di lembaga ini satu per satu, sudah 3 orang guru keluar meninggalkan anak didik, karena beliaunitu mencari harapan dan masa depan lebih menjanjikan, juga kepastian memperoleh kesejahteraan sebagai penunjang kehidupan sehari-hari.

Sebab sebagai guru RA dan PAUD belum mampu memberikan gaji standar sebagai guru RA dan PAUD swast,, Program pemerintah hanya janji-janji belaka. Tidak seperti pemerintah mengucurkan dana untuk program muatan lokal (mulok)/madrasah diniyah.