SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Pemkot dan DPRD Surabaya tengah menggarap Perda tentang Rumah Kos dan Kos-kosan. Upaya ini, selain sebagai pengawasan, juga mengantisipasi munculnya prostitusi terselubung di rumah kos seperti yang terjadi di kawasan Dolly baru-baru ini.
Wali Kota Eri Cahyadi menjelaskan, bahwa penindakan praktik asusila yang baru-baru ini terjadi tidak berada di wilayah inti eks lokalisasi Dolly, melainkan di rumah-rumah kos yang berada di sekitarnya.
“Dolly-nya clear, aman, karena di sana sudah ada tempat-tempat usaha yang berjalan, seperti sentra sepatu. Ini (penindakan praktik asusila) adanya di kos-kosan,” tegas Wali Kota Eri.
Dia juga mengungkapkan bahwa pelaku prostitusi yang terjaring razia sebagian besar bukan merupakan warga Surabaya. Pelaku yang terbukti bukan ber-KTP Surabaya akan segera dipulangkan setelah menjalani pembinaan di shelter milik Pemkot.
“Yang ditangkap di Dolly kemarin, akan kami lakukan pengecekan dia orang Surabaya apa bukan. Apabila terbukti sebagai warga Surabaya akan dilakukan pembinaan supaya tidak melalukannya kembali, tapi kalau bukan orang Surabaya maka akan kami koordinasikan dengan daerah asal,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi potensi kegiatan negatif, Pemkot bersama DPRD tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Rumah Kos dan Kos-kosan. Aturan baru ini akan secara ketat melarang kos campur antara laki-laki dan perempuan di wilayah pemukiman untuk menjaga moral, dan ketertiban lingkungan.
“Kalau di permukiman, kos-kosannya tidak boleh bercampur. Kalau campur, itu nanti bisa ditiru anak-anak kecil. Ini yang tidak boleh. Jadi, kos laki-laki harus laki-laki semua, perempuan harus perempuan, kalau rumah tangga harus beda lagi areanya,” imbuhnya.





