SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Melalui Kelas Parenting Orang Tua Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) RW, di Balai RW 4, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran. Pemkot Surabaya mengkampanyekan Gerakan Wajib Belajar 13 Tahun yang mencakup satu tahun pra-sekolah, Rabu (10/9/2025).
Gerakan ini juga diiringi dengan 7 Kebiasaan Baik Anak Indonesia Hebat yang disosialisasikan di sekolah, yaitu bangun pagi, beribadah, olahraga, makan sehat, bersosialisasi, gemar belajar, dan tidur cepat. Kebiasaan ini bahkan telah dibuatkan senam khusus yang dilakukan setiap hari.
“Dulu program wajib belajar 12 tahun, tapi seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan pendidikan karakter semakin mendesak. Karena itu, ditambahkan satu tahun pra-sekolah sehingga sekarang menjadi Wajib Belajar 13 Tahun,” kata Ketua Bunda PAUD Kota Surabaya, Rini Indriyani.
Menurutnya, pendidikan pra-sekolah bukan sekadar bermain, melainkan wadah esensial untuk membentuk anak yang mandiri dan berkarakter. Anak-anak yang mengikuti PAUD atau TK akan terbiasa dengan rutinitas, disiplin, berbagi, dan berinteraksi sosial. Hal ini sangat krusial sebagai bekal saat mereka memasuki bangku sekolah dasar.
“Ada banyak penelitian yang menyebutkan bahwa anak yang tidak melewati masa pra-sekolah cenderung kurang siap secara mental dan psikologis di SD. Mereka belum terbiasa dengan lingkungan belajar yang terstruktur, seperti duduk tenang di kelas, mengerjakan tugas, dan berinteraksi dengan banyak teman,” jelasnya.
Untuk memastikan seluruh anak usia 5-6 tahun di Surabaya mendapatkan haknya, Pemkot Surabaya mengintegrasikan program ini dengan aplikasi Si Bunda. Melalui aplikasi ini, para Bunda PAUD di tingkat kecamatan dan kelurahan bertugas melakukan pendataan dan pemetaan. Mereka mencatat jumlah anak usia pra-sekolah, memverifikasi data administrasi kependudukan (adminduk), dan mengidentifikasi alasan mengapa beberapa anak belum terdaftar di sekolah.
“PR kami adalah anak-anak yang belum pra-sekolah. Kami akan berikan intervensi, mencari tahu penyebabnya. Apakah karena kendala biaya, masalah keluarga, atau faktor lain. Kami juga akan melakukan sosialisasi intensif agar semua orang tua memahami bahwa pendidikan pra-sekolah adalah hak anak yang harus dipenuhi,” terangnya.
Selain itu, Rini juga menyebutkan beberapa tantangan lain yang dihadapi, seperti data adminduk yang tidak valid atau masalah keluarga seperti broken home.
“Kami terus berupaya mencari solusi. Sinergi dengan dinas lain, seperti Dinas Pendidikan (Dispendik) dan DP3APPKB juga diperlukan untuk menangani kasus-kasus yang lebih kompleks,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengaku bahwa ada seorang ibu yang menceritakan bahwa anaknya ingin sekolah namun terkendala biaya. Dispendik Surabaya langsung menindaklanjutinya dengan berkoordinasi bersama TK Al-Amin yang lokasinya dekat dengan rumah ibu tersebut.